Hongkong, Sebuah Rapsodi Penuh Mimpi

Edisi: 42/38 / Tanggal : 2009-12-13 / Halaman : 69 / Rubrik : LAY / Penulis : Seno Joko Suyono , ,


Wan Chai. Kawasan penuh deretan bar di Hong Kong itu terkenal dengan kehidupan malamnya. Di sana bertebaran diskotek dan taverna yang menyediakan erotic dancer. Inilah sebuah kawasan ”red district” yang menjadi latar novel laris The World of Suzie Wong karya Richard Mason, yang kemudian difilmkan dan dibuat opera.

Dalam novel tahun 1957 itu dikisahkan seorang pelacur bernama Suzie Wong jatuh hati kepada Robert Lomax, pemuda Inggris yang menginap di Hotel Luk Kwok. Hotel itu masih ada sampai kini di Gloucester Road. Tapi kini, di Wan Chai, yang membuat ramai bar-bar bukan sosok seperti Suzie Wong yang asli Hong Kong, melainkan pekerja-pekerja malam asal Filipina, Thailand, dan Indonesia. Cobalah Anda masuk ke diskotek-diskotek, seperti Makati, Laguna, Dream 2, Anda akan melihat banyak pekerja malam asal Indonesia.

Dan siang itu, di sebuah pub bernama Neptune 2 tampak Titi Syuman duduk di bar. Ia mengenakan mini sexy dress merah dan bot hak tinggi. Neptune 2 Disco Pub terletak di Jaffe Road. Tak jauh dari sebuah pub yang namanya berbau Indonesia: Diskotek Cinta. Neptune 2 sendiri terletak di lantai bawah tanah, yang sumpek.

Seorang tamu bule berperawakan ”renegade” membawa Titi Syuman ke sebuah sofa di sudut. Ia mulai menciumi rambut Titi.

”Sekar!”

Tiba-tiba Donny Damara menyeruak, sambil menarik tangan Titi.

”Cut….”

Adegan dilanjutkan. Titi, dengan aksen medok Jawa Timuran, marah kepada Donny:

”Ngopo to, Mas Gandhi. Jangan cari aku! Wis tak balek. Kerjo!”

Itulah secuplik adegan syuting film Minggu Pagi di Victoria Park. Inilah sebuah film yang berusaha memotret keperihan dan kegembiraan kehidupan tenaga kerja wanita atau TKW kita di Hong Kong. Titi Syuman menjadi seorang TKW yang terdampar dalam kehidupan pub-pub di Wan Chai. Dan Donny Damara menjadi Gandhi, pemuda Indonesia yang dianggap sesepuh bagi TKW.

Sutradara Lola Amaria dan penulis skenario Titin Wattimena melakukan riset habis-habisan. Mereka sebelumnya mewawancarai puluhan TKW dan mendatangi seluruh kawasan di Hong Kong untuk menentukan lokasi. ”Skenario sampai kami rombak 10 kali. Kami bolak-balik ke Hong Kong dari Juli 2008 sampai September 2009,” kata Lola. Selama 22 hari pada November, dengan membawa 30-an kru, akhirnya syuting di Hong Kong terlaksana. Produser Dewi Umaya dan Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noel Letto) dari Pick Lock Production bergantian mengunjungi tim.

Sebuah film tentang suka-duka pembantu kita di Hong Kong memang layak muncul. Pembantu-pembantu itu bagaimanapun fenomena diaspora kita yang memukau. Ratusan ribu TKW kita kini mengadu nasib di Hong Kong. Seribu TKW masuk tiap bulan ke Negeri Naga itu. Gaji mereka HK$ 3.580 atau sekitar Rp 4 juta. Bahkan yang senior dan disukai majikan bisa mencapai Rp 8 juta. ”Bayangkan, dari Bank Mandiri saja Lebaran kemarin tercatat sekitar Rp 8 triliun pengiriman uang dari TKW ke Indonesia,” kata Dewi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16

Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…

P
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28

Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…

Y
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28

Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…