Ini Pulang Yang Sesungguhnya

Edisi: 48/38 / Tanggal : 2010-01-24 / Halaman : 49 / Rubrik : IMZ / Penulis : Martha Warta Silaban , ,


SENYUMNYA mengembang lebar, matanya berbinar-binar tanda isi hatinya yang sedang senang. Yosephine Solowop, perempuan berkulit gelap, melonjak kegirangan. Hari itu ia kembali menginjak tanah kelahirannya setelah puluhan tahun menetap sebagai pengungsi di Provinsi Manus, Papua Nugini. ”Come on!” serunya kencang seraya mengayunkan tangan, mengajak orang di belakangnya segera turun dari pesawat Hercules C-130.

Mendarat di Bandar Udara Sentani, Jayapura, pada Kamis siang akhir November lalu, perempuan 35 tahun itu berpenampilan trendi. Ia mengenakan kaus dan celana jins biru, dengan aksesori kalung mutiara dan anting-anting hijau muda. Dua token—tas dari anyaman bambu—menggantung di lengannya. ”Ini adat khas Manus,” ujarnya dengan nada bangga. Bibirnya merah oleh polesan lipstik.

Langkahnya hampir tak terhalang. Setelah bersalaman dengan pejabat dan tim penyambutan di pinggir Hercules, ia menjalani pemeriksaan kesehatan oleh petugas balai karantina Papua, antara lain pengecekan tekanan darah. Bergeser ke meja seberang, giliran pengecekan dokumen, antara lain surat perjalanan laksana paspor. Lolos. Ia lalu rehat di bawah tenda hijau di halaman parkir bandara sambil menikmati kue dalam kotak, bersama puluhan repatrian lainnya.

Rehat memang kemanjaan yang pantas setelah hari nan panjang. Sejak pukul 04.00, Yosephine telah siap menempuh perjalanan penting dalam hidupnya: meninggalkan tempat dia menetap sebagai pengungsi untuk pulang ke kampung halamannya. Ia bangun, mandi, dan berkemas. Begitu pula suaminya dan ketiga anaknya. Mereka lalu berangkat menuju Bandara Wewak, Papua Nugini. Semalam diinapkan di barak Batalion Royal Pacific Infantry Regiment di Wewak. Di sini tersedia puluhan kamar dalam bangunan berlantai tiga, serta halaman berumput luas tempat anak-anak bebas berkejaran dan bermain.

Kedutaan Indonesia telah menjemput mereka. Dari Manus, mereka naik kapal melewati Madang. Dua hari habis di jalan. ”Kami menikmati perjalanan,” katanya. ”Tapi sekarang anak-anak tidak mau lagi makan biskuit…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…