Belum Sampai Antre Di Paris Club ; Wah, Utang Indonesia !
Edisi: 46/17 / Tanggal : 1988-01-16 / Halaman : 90 / Rubrik : EB / Penulis :
SUASANA di bangunan kuno Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta, terasa normal kembali. Tak lagi kelihatan sederet mobil Volvo hitam punya para menteri Ekuin parkir di pelataran Departemen Keuangan hingga larut malam. Suatu pemandangan yang sering tampak sebelum Presiden Soeharto membawakan pidato RAPBN 1988-89 di DPR, lebih sepekan lalu. Toh itu tak berarti para menteri teknokrat bisa menarik napas lega, setelah mereka ngelembur berminggu-minggu di ruang kerja Menko Ekuin Ali Wardhana, yang bersebelahan dengan kantor Menteri Keuangan Radius Prawiro.
Adakah paket deregulasi baru tengah mereka siapkan, menyusul paket "hadiah Natal" 24 Desember lalu ? Atau mereka sedang menyiapkan suatu hadiah lain, berupa bonus Lebaran untuk pegawai negeri, barangkah ? Terlalu pagi agaknya untuk mengharapkan keluarnya kejutan seperti itu, setelah pemerintah dengan jelas mengemukakan posisi keuangannya yang masih "ketat". Lalu apa? "Masih banyak orang belum mau mengerti mengapa bunga dan cicilan utang luar negeri pemerintah sampai menembus di atas Rp 10,5 trilyun," kata seorang pejabat ekonomi. (Lihat grafik: Utang Cicilannya).
Berbagai komentar soal utang yang membengkak itu memang bermunculan di koran, sekalipun Presiden dan beberapa menteri Ekuin sudah menjelaskan duduk perkaranya. Tak kurang dari Kwik Kian Gie, komentator ekonomi dan politikus PDI yang merasa "terkejut". Ekonom lulusan Rotterdam yang sealmamater dengan Radius Prawiro itu tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya, beban utang besar itu akan lebih menekan anggaran pembangunan. Artinya, negeri kita ini tak bisa menghindar dari utang yang lebih besar di tahun-tahun mendatang.
"khususnya untuk menyediakan dana rupiah bagi pelaksanaan pembangunan," katanya.
Sama terkejut dengan Kwik adalah Soerjadi, orang nomor satu di PDI, yang dalam keterangannya kepada Kompas bahkan menawarkan semacam resep baru untuk mengerem laju utang. Apa itu? Sarjana ilmu sosial politik lulusan UGM ini menganjurkan agar pemerintah membuat utang lagi, asalkan bunganya lebih rendah dan masa pembayarannya lebih lama. Dan utang baru itu menurut dia, melulu harus digunakan untuk mencicil utang selama tahun anggaran mendatang. "Dengan demikian, besarnya cicilan utang itu tetap sama, hanya jangka pengembaliannya yang ditunda," kata wakil ketua DPR-MPR yang jangkung itu.
Hamzah Haz, wakil ketua Komisi APBN dari F-PP, yang tergolong pandai meramal anggaran, juga menilai utang besar itu sebagal "kejutan", di samping gaji pegawal yang tidak naik. Fraksinya memperkirakan bunga dan cicilan utang akan jatuh di seputar Rp 9 trilyun. "Ternyata, Pak Harto bilang Rp 10,6 trilyun," katanya. "Berat, berat ...."
Memang, tak banyak yang menyangka, bunga dan cicilan utang luar negeri sudah merembet begitu cepat. Bertambah segede 4,8 trilyun di atas anggaran sekarang. Siapa yang salah? Banyak telunjuk menuding pada yen, yang bagaikan Shinkanzen, kereta monorail di Jepang, telah menderu begitu cepat Setiap kali yen naik gengsinya terhadap nilai dolar yang semakin jatuh, otomatis akan menendang utang Indonesia ke atas, dan mengikis devisa, baik…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…