Gustav Papanek: Rupiah Kuat, Pengangguran Meningkat

Edisi: 11/39 / Tanggal : 2010-05-16 / Halaman : 117 / Rubrik : WAW / Penulis : Sapto Pra­dityo, Yophiandi, Puti Noviyanda


KETERTARIKAN pada kon­disi ekonomi negara berkembang membawanya mengelilingi Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Buat Indonesia, Gustav Fritz Pa­panek bukanlah sosok asing. Dia telah melawat, meneliti, dan menulis persoalan ekonomi negeri ini sejak Orde Lama hingga sekarang.

Datang pertama kali ke Indonesia pada 1962, Papanek menjadi saksi jatuh-bangunnya ekonomi dan pemerintahan Indonesia. Dia melihat ekonomi Orde Lama yang hancur dan diperbaiki Orde Baru. Tapi dia juga melihat rezim Soeharto tumbang karena krisis ekonomi.

Kendati berasal dari Amerika, pandangan Papanek berbeda dengan tim ekonomi Orde Baru yang mengecap pendidikan di Berkeley. Setidaknya dua kali dia memper­ingatkan kelompok teknokrat itu untuk berhati-hati terhadap gelembung ekonomi dan impor yang terlalu besar. Riset dan pendapat yang kritis membuatnya sempat dipersona-non-gratakan pada 1988-1998.

Kini Papanek, yang tetap tekun mengamati ekonomi Indonesia, menemukan masalah yang menurut dia juga terjadi pada 1974 dan 1998—tahun terjadinya krisis politik besar. ”Sekitar dua setengah tahun lalu, saya menemukan masalah tersembunyi di sini: pengangguran.” Beberapa waktu lalu, Gus, panggilan akrab Papanek, menyampaikan pandangannya kepada Sapto Pra­dityo, Yophiandi, dan Puti Noviyanda dari Tempo.

Apa sisi positif dan negatif ekonomi Indonesia sekarang?

Semua orang senang dengan ke­suksesan makroekonomi Indo­ne­sia. Pertumbuhan ­meningkat, sementara di semua negara Asia Tenggara lainnya malah turun. Cadangan devisa meningkat, defisit kecil, penerimaan pajak dan ekspor meningkat. Pemerintah bekerja baik sekali, nilai tukar rupiah me­nguat. Yang terakhir ini dianggap semua orang sebagai hal bagus. Tapi tak ada yang mengantisipasi angka pengangguran yang meningkat. Ini sisi buruk dari kenaikan nilai tukar. Orang suka dengan berita baik. Padahal kenyataannya sejak krisis moneter 1997, dengan semua data ini, artinya 22 juta manusia Indonesia menjadi pencari kerja baru. Cuma 5,5 juta dari mereka yang mendapat pekerjaan yang betul-betul pekerjaan.

Angka itu mengkhawatirkan, ya?

Ya, karena 17 juta orang lainnya adalah tanda tanya. Sebanyak 3,5 juta dari mereka dianggap ke luar negeri oleh statistik. Mereka menjadi TKI, sebagian besar tak punya keahlian, menjadi pembantu. Dari 14 juta orang itu yang betul-betul penganggur adalah 4 juta. Sisanya saya pikir yang mereka kerjakan bukanlah pekerjaan.

Maksud Anda, mereka tergolong ­penganggur tertutup?

Sebagian dari mereka menjadi pe­tani penggarap. Padahal pekerjaan ini sudah tenggelam, karena lahan pertanian semakin sempit. Di Cina…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…