Sebuah Letupan Di Lampung Tengah ; Latar Belakang Kerusuhan Berdarah
Edisi: 51/18 / Tanggal : 1989-02-18 / Halaman : 14 / Rubrik : NAS / Penulis :
TENANG, tapi waspada Mungkin itu gambaran situasi d Kabupaten Lampung Tengah kini. Kerusuhan yang mendadak meledak Dekan lalu di daerah itu. (lihat: Kronologi Kekerasan) dalam waktu cepat sudah berhasil dikendalikan aparat keamanan sepenuhnya. Tapi tak seorang pun berniat lengah. Sampai Senin pekan ini, berbagai kantor penting di Metro, ibu kota kabupaten itu tampak masih dijaga pasukan keamanan.
Tapi denyut kehidupan masyarakat sudah berjalan normal. Jalan-jalan kota kembali ramai oleh lalu lintas, toko dan pasar sudah dibuka dan dikunjungi pembeli. Malah tak terlihat lagi masyarakat yang bergerombol-gerombol membicarakan kerusuhan itu seperti beberapa hari sebelumnya.
Hal yang sama terlihat pula di Kecamatan Way Jepara, 40-an km ke utara Metro. Padahal di wilayah inilah kerusuhan itu meletus. Tepatnya, di Cihideung, Dukuh Talangsari III, di Desa Rajabasa Lama.
Peristiwa ini mula-mula terungkap ke luar dari penjelasan Ketua Bakorstanasda Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Mayor Jenderal R. Sunardi di Palembang, Kamis pekan lalu. Menurut Pangdam II Sriwijaya itu, pada 6 Februari yang lalu terjadi perkelahian antara petugas Polwil Lampung, dibantu satuan Korem Garuda Hitam, dengan gerombolan yang menamakan dirinya Komando Mujahidin Fisabilillah.
Saat itu, menurut Mayjen. Sunardi, aparat keamanan sedang berusaha mengambil jenazah Kapten Soetiman, Komandan Koramil 41121 Way Jepara. Jenazah itu berada di sarang gerombolan yang bermarkas komando di Cihideung itu. Tapi upaya itu terhambat. Komando Mujahidin Fisabilillah begitu Pangdam menyebut nama kelompok ini -- menyerang aparat keamanan dengan serangan anak panah beracun.
"Perkelahian jarak dekat tidak bisa dihindari. Pihak gerombolan menggunakan golok dan senjata tajam lainnya, bahkan mengunakan senjata api yang dirampas dari Komandan Koramil," kata Sunardi. Korban pun di kedua belah pihak.
Lanjut Sunardi: "Jenazah Kapten Soetiman berhasil diambil dari pusat kegiatan yang disebut sebagai Markas Komando. Di pihak gerombolan jatuh 27 korban, termasuk pimpinan mereka, Anwar alias Warsidi, 51 tahun. Sisanya rnelarikan diri."
Lalu dikisahkannya peristiwa berdarah itu secara kronologis. Pada 1 Februari 1989, Kepala Dukuh Talangsari III mengirim surat ke Komandan Koramil (Danramil) Way TePara, Kapten Soetiman, bahwa di dukuhnya ada orang-orang yang melakukan kegiatan mencurigakan.
Mereka menyerukan khotbah menentang Pancasila dan Pemerintah. Mereka mengumpulkan botol-botol kosong (kebanyakan bekas botol anggur Malaga) untuk dibuat bom molotov, dan juga membuat panah-panah beracun. Selaih itu, kelompok ini mengadakan latihan bela diri.
Setelah mengecek laporan itu, 4 Februari, Kapt. Soetiman melaporkan hal itu ke Kodim Lampung Tengah. Kepala Staf Kodim, Mayor E.O. Sinaga, dengan segera mengumpulkan para pejabat kecamatan (Muspika) untuk membahas masalah itu. Hari itu juga Camat Way Jepara Zulkifli Malik meminta Anwar alias Warsidi untuk menghadap ke kantornya. Panggilan itu tak diacuhkan. Malah Anwar meminta para pejabat itu sendirilah yang harus datang ke kediamannya.
Keesokan harinya, Minggu malam sekira pukul 23.00 WIB, Kapt. Soetiman memberi perintah kepada wakilnya, Serka Dahlan, dan Koptu Abdurrachman, Babinsa Rajabasa Lama. Dibantu Sukidi, Kepala Dukuh Talangsari III dan beberapa hansip, mereka diinstruksikan untuk melihat situasi di Markas Komando gerombolan itu, di Dusun Cihideung.
Ternyata, seperti kemudian dituturkan Sukidi kepada TEMPO, semua gardu siskamling (sistem keamanan keliling) di tempat itu kosong tanpa penjaga. Setelah diselidiki, diperoleh keterangan bahwa penduduk desa dilarang Anwar untuk ikut siskamling. Urusan penjagaan keamanan seperti itu cuma boleh dilakukan oleh kelompok Anwar.
Betul saja, di sebuah gardu jaga malam yang terbuat dari bambu, terletak persis di mulut jembatan di mulut Kampung Cihideung itu, ditemukan enam pemuda yang kebanyakan masih berusia 16 tahun. Mereka bercelana pangsi hitam.
Para pemuda itu disergap. Malam itu dari mereka disita 61 bilah anak panah terbuat dari jari-jari sepeda yang dibubuhi racun (racun kodok, menurut…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?