Dari Hamlet Sampai Digital Buddha
Edisi: 31/39 / Tanggal : 2010-10-03 / Halaman : 41 / Rubrik : SN / Penulis : Nunuy Nurhayati,, Seno Joko Suyono , Heru C. Nugroho
Tabuhan gendang makin keras. Tiupan pui pui pun makin melengking. Kontras dengan musik, gerakan sembilan penari perempuan itu demikian lambat dan konstan. Antara musik dan gerakan Âseakan berada di dunia berbeda. Tapi ketidakharmoÂnisan itu justru menjadi kekuatan tarian ini.
Inilah Akkarena Sombali, karya Wiwiek Sipala, yang membuka Festival Salihara, Kamis malam pekan lalu. Karya sekitar 28 menit ini cukup gemuruh, mengingatkan kita pada pembukaan Festival Salihara Kedua, saat rombongan seniman Lima Gunung Jawa Tengah pimpinan komponis Susanto memainkan orkestra truntung (rebana yang dipukul dengan kayu kecil). Saat itu suasana riuh. Ingar bingar. Tapi, berbeda dengan penampilan rombongan musisi truntung, Akka, antara tarian dan musik sangat kontradiktif âDibutuhkan pengendalian diri, terutama bagi penarinya,â kata Wiwiek.
Datanglah ke Salihara, di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selama sebulan dari 23 September sampai 20 Oktober, sebuah pesta seni pertunjukan diÂselenggarakan. Di sejumlah sudut Salihara dipasang berbagai karya instaÂlasi. Sebuah patung gajah seukuran sebeÂnarnya, terbuat dari bambu, karya Joko Dwi Avianto, terpasang dekat pintu masuk ruang teater. Terlihat ketelaÂtenan Joko memelengkungkan, meliuk liukkan, ratusan bambu panjang membentuk figur gajah. Sementara Âperupa Hedi Hariyanto membungkus trap trap dan lantai Salihara dengan botol plastik. Jangan kaget ketika Anda masuk ke toilet. Di toilet pun ada instalasi teleÂvisi, bagian dari instalasi video mapping.
Selama sebulan, para penonton dapat menyaksikan pentas dari yang berbau tradisi seperti Akkarena di atas atau pertunjukan Barong Banyuwangi (6 7 Oktober) sampai Opera Tan Malaka opera multimedia yang mengkontemplasikan sosok Tan Malaka yang penuh teka teki (18 20 Oktober).
Kita juga melihat sejumlah nama baru yang muncul dalam festival ini. Pada Jumat, 24 Oktober lalu, misalnya, tampil grup progressive metal dari Semarang: Twin Demon. Para musisinya masih sangat muda muda. Nama grup ini tak pernah terdengar…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.