Aktivis Dari Tanah Abang
Edisi: 35/39 / Tanggal : 2010-10-31 / Halaman : 63 / Rubrik : MEM / Penulis : Nugroho Dewanto, Yophiandi, Ninin Damayanti
"Memangnya saya takut sama mereka?"
"Bukan begitu, Pak. Saya dulu pernah di posisi mereka, dan mereka sangat kuat. Kita bisa digilas."
Percakapan itu terjadi saat saya menghalangi Mayor Jenderal Ali Moertopo yang nekat ingin keluar dari gedung kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, sambil membawa pistol. Ali berkeras ingin menemui Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Hariman Siregar yang memimpin demonstrasi dan mengejek Ali sebagai antek-antek Jepang.
Unjuk rasa mahasiswa yang berakhir rusuh itu dikenal sebagai Malari Malapetaka Lima Belas Januari pada 1974. Dalam buku biografinya yang ditulis Heru Cahyono, Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkop kamtib) Jenderal Soemitro menduga Ali Moertopo menjadi dalang kerusuhan itu.
Itulah demonstrasi mahasiswa terbesar setelah unjuk rasa periode 1966 yang menumbangkan Orde Lama dan membantu Soeharto naik menjadi penguasa Orde Baru. Saya menjadi bagian di dalamnya ketika itu, sehingga tahu bagaimana dahsyatnya kekuatan mahasiswa bila sudah menggalang diri.
Peristiwa Malari dilatari kemarahan rakyat karena melambungnya harga beras dan bahan kebutuhan pokok. Penyebabnya adalah resesi dunia sejak 1973 lantaran embargo minyak oleh negara-negara Arab dan membubungnya harga minyak dunia. Ekspresi kemarahan itu muncul melalui mahasiswa karena selama enam bulan sebelumnya mereka diminta Soemitro mengkritik pemerintah dengan alasan untuk feedback atas kebijakan pemerintah.
Serbuan produk buatan Jepang ditambah sikap sombong mereka atas keunggulan investasi manufaktur di Indonesia, terutama otomotif, menambah amunisi kemarahan mahasiswa. Tak mengherankan bila salah satu sasaran massa adalah gerai Astra perusahaan patungan Indonesia-Jepang. Massa mencemplungkan beberapa mobil dan sepeda motor buatan Jepang ke Kali Ciliwung.
Situasi itu membuat Presiden Soeharto pusing. Apalagi saat itu bertepatan dengan kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka. Lantaran situasi rusuh, selama kunjungannya Tanaka tak berani keluar dari Hotel Indonesia, tempat dia menginap.
l l l
Pada 1973, Soemitro diangkat menjadi Pangkopkamtib. Sebelumnya, Presiden Soeharto tidak terlalu mempercayainya karena dia masih keponakan Doel Arnowo, tokoh Jawa Timur yang dikenal loyalis Bung Karno. Namun Soemitro dianggap berprestasi kala menjadi Deputi Operasi Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Dia berhasil membereskan "pemberontakan" para jenderal penguasa wilayah yang tak puas terhadap Soeharto.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…