Puput Lestari, Berkeliling Dengan Nasi Bungkus

Edisi: 44/39 / Tanggal : 2011-01-02 / Halaman : 34 / Rubrik : LAPSUS / Penulis : TIM LAPSUS, ,

PUPUT Lestari tenggelam dalam aroma bumbu dan deru gas kompor di dapur restorannya di Jalan Topai, dekat kantor lama Bupati Teluk Wondama, di pusat Kota Wasior. Rutinitas itu sudah akrab dengannya setiap hari mulai pukul tujuh pagi. Begitu pula pada Senin 4 Oktober 2010 itu.

Bersama enam karyawannya, perempuan Ngawi, Jawa Timur, kelahiran Palembang 35 tahun lalu itu hibuk menyiapkan pelbagai makanan untuk menyambut pelanggan yang akan sarapan. Pukul delapan, biasanya, orang-orang mulai memesan.

Belum ada pelanggan yang datang ke warungnya pagi itu. Namun, dari jendela dapur, dia melihat orang berlarian dengan badan kuyup dan wajah ketakutan. Dengan celemek masih melilit tubuhnya, Puput menghambur ke luar. "Banjir, Bu, banjir... di sana banjir," kata seseorang sambil menunjuk ke arah Sungai Kiot, 500 meter ke utara dari warung Puput.

Ia pun ngibrit ke arah yang ditunjuk orang tersebut. Gerimis membasahi pakaian dan tubuhnya. Di dekat kantor BRI ia melihat pemandangan yang tak akan terlupakan seumur hidupnya: air bah merobohkan rumah-rumah, menyapu minimarket, menimbunnya dengan lumpur, kayu, serta bebatuan di jalan dan halaman. Orang lari tunggang-langgang, mayat bergelimpangan....

Puput lari balik ke warungnya. Ia membantingkan tubuhnya ke kursi. Wajahnya kusut. Karyawan-karyawannya rebutan bertanya apa yang sedang terjadi pagi itu. "Banjir besar, Wasior hancur," katanya terisak.

Untuk beberapa jenak, ia dan para pegawainya terdiam karena bingung dengan apa yang sedang terjadi, sampai Puput membuat sebuah…

Keywords: -

---

Foto Terkait