Festival Film Di Bukit Bersalju
Edisi: 01/40 / Tanggal : 2011-03-13 / Halaman : 57 / Rubrik : LAY / Penulis : Ekky Imanjaya, ,
Sepuluh tahun terakhir, film-film independenâyang dikenal sebagai film indieâmenjadi pilihan bagi para aktor-aktris dan sutradara ternama untuk prestise. Setelah berkubang dalam film-film arus utama, para aktor-aktris besar ini mencari film independen dan berkunjung ke Festival Film Sundance, sebuah festival film independen dunia yang dipupuk dan dibesarkan aktor/sutradara Robert Redford. Apakah Festival Film Sundance? Apakah karakter khasnya sebagai festival film indie, yang mengutamakan sutradara pemula di luar Hollywood, masih bisa dipertahankan? Dan bagaimana posisi film Indonesia dan film tentang Indonesia di festival itu? Pengamat dan pengajar film Binus International, Ekky Imanjaya, mengunjungi Festival Film Sundance 2011. Berikut laporannya.
DI kota tua Park City yang sudah berselimut salju, jam sudah menunjukkan menjelang tengah malam. Namun puluhan orang berbaris rapi dengan sabar di muka sebuah kuil, meski dingin sudah merasuk ke tulang sumsum. Mereka adalah para pencinta film dari segala usiaâdari remaja hingga yang sepuhâyang bersedia antre untuk tiket Festival Film SunÂdance, yang tiap tahun diadakan di Negara Bagian Utah, Amerika Serikat.
Mengenakan jaket tebal, sarung tangan, syal melilit di leher, dan topi, mereka berdiri antre sembari membahas film yang baru saja mereka saksikan; saling menukar tiket sembari menanti pintu bioskop dibuka untuk film berikutnya.
âBagi yang memiliki tiket, silakan di sebelah kiri! Yang waitlist silakan di sebelah kanan!â ujar seorang ibu relawan yang sudah paruh baya.
Itulah suasana antre program Park City @ Midnight, salah satu program di Festival Film Sundance yang berlangsung pada akhir Januari lalu.
Antusiasme pencinta film di festival ini memang terasa sangat kuat. Contohnya terlihat setelah tayangan film Position among the Stars, seri terakhir dari trilogi Indonesia karya Leonard Retel Helmrich, sutradara berdarah Belanda-Indonesia. Sejak 2001, Helmrich mengikuti kehidupan sebuah keluarga kelas bawah di Indonesia. Para penonton tampak puas dengan film itu, kemudian bergegas naik bus untuk mengejar film berikutnya. Jennifer Murray, yang baru saja menyaksikan film dokumenter itu, berkomentar,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…