Desa Yang Pantang Berperang
Edisi: 19/40 / Tanggal : 2011-07-17 / Halaman : 58 / Rubrik : IMZ / Penulis : Sorta Tobing, ,
Setelah sekian lama, akhirnya Wae Rebo kembali memiliki tujuh mbaru niang akhir Juni lalu. Rumah adat berbentuk kerucut terbuat dari kayu worok, bambu, alang-alang, dan rotan itu tidak hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga pusat tatanan dan pemersatu. Cerita tentang tradisi yang sudah bertahan selama lebih dari 19 generasi itu direportasekan wartawan Tempo, Sorta Tobing, yang berkunjung ke Wae Rebo, di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, awal Juni lalu.
Martinus Anggo, 42 tahun, tersenyum lebar mengawali akhir pekan pertama pada Juni 2011. Mimpinya tinggal dalam mbaru niang terwujud. âSaya merasa benar-benar jadi orang Wae Rebo,â katanya. Perayaan pemberkatan rumah baru itu secara adat berlangsung malam sebelumnya. Keesokannya, ia bersiap mengikuti misa ucapan syukur secara Katolik.
Matahari bersinar terang ketika misa mulai pada pukul sembilan pagi waktu setempat. Namun kabut berangsur-angsur menutupi desa pada tengah hari menjelang atraksi tarian cambuk atau caci. Musim dingin di Australia membuat wilayah itu pun terkena imbas: lebih sering tertutup kabut dan diguyur hujan. âHasil kopi kami jadi berkurang,â ujar Martinus. Gelombang dingin dari benua selatan ini membuat malam di Wae Rebo pun ikut membeku, tak seperti di negeri tropis.
Mbaru niang memiliki peran penting bagi masyarakat Wae Rebo. Selain sebagai tempat tinggal, rumah itu menjadi tempat mempertahankan tradisi. Hanya enam keluarga dari masing-masing klan yang berhak menempatinya. Masyarakat percaya, nenek moyang mereka mewariskan tujuh buah mbaru niang di desa tersebut. Hal ini berbeda dengan desa lain di Manggarai, Flores. Meskipun bentuknya sama, di sana hanya ada satu buah mbaru niang.
Martinus masih ingat ketika kecil tinggal di gunung sekitar Desa Wae Rebo bersama enam keluarga lainnya. Situasi dalam rumah hampir sama dengan mbaru niang. Namun bentuk rumahnya sangat berbeda dengan yang asli. âModel rumahnya persegi dengan atap ijuk,â ujarnya. Kini ia mendapat kehormatan tinggal di mbaru niang…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegarawan, sumbangan terbesar…
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…