Durian Pelicin Untuk Trans-1

Edisi: 28/40 / Tanggal : 2011-09-18 / Halaman : 26 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Anton Septian, Setri Yasra, Pramono


I NYOMAN Suisnaya menerima telepon pada Maret lalu. Mengaku bernama Ali Mudhori, orang dekat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, si penelepon menyampaikan informasi tentang anggaran Rp 600 miliar untuk pembangunan 26 kota terpadu mandiri.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi itu, Ali menyatakan dana bakal mengucur jika ada usul program. Lantaran tak kenal, Nyoman tak segera mengiyakan. Beberapa hari kemudian, bosnya, Direktur Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Harry Heriawan Saleh, meminta dia datang menghadap.

Seseorang yang kemudian diketahui sebagai Ali ternyata telah berada di ruang kerja Harry di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, itu. "Dia konsultan Badan Anggaran, biasa melobi DPR," kata Nyoman kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, seperti ditirukan Danardono, pengacaranya. Di sini, "perintah resmi" dikeluarkan: Nyoman harus menyusun rancangan anggaran.

Beberapa hari kemudian, Nyoman memanggil Kepala Bagian Program Pelaporan dan Evaluasi Dadong Irbarelawan. Itulah pertemuannya dengan Ali, yang disebutnya sebagai anggota staf khusus Muhaimin. Ketika itu hadir juga Sindu Malik Pribadi dan Acos—belakangan diketahui bernama asli Iskandar Pasajo. Setelah berkenalan, Dadong mengetahui Sindu adalah "konsultan Badan Anggaran". Adapun Acos disebutnya sebagai anggota staf Tamsil Linrung, Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera.

Berbasa-basi sejenak, Ali, Malik, dan Acos kemudian berbicara soal dana pengembangan infrastruktur daerah yang bisa cair. Syaratnya, ada sogokan sebesar 10 persen dari nilai proyek—lima persen dibayar di muka dan sisanya setelah kebagian proyek.

Dua hari kemudian, mereka bertemu lagi. Kali ini di ruangan Harry Heriawan. Mereka membahas usul program dan biaya 10 persen agar kebagian proyek. Ali, Malik, dan Acos mengklaim telah ada kesepakatan antara Joko Sidik Pramono, direktur jenderal sebelum Harry, dan Tamsil Linrung jauh-jauh hari sebelumnya soal proyek ini.

Selang beberapa waktu, Dadong diminta Nyoman datang lagi ke ruangannya. Di sana, ia berkenalan dengan Dani Nawawi dan Dharnawati. "Doktor Dani adalah Staf Khusus Presiden Bidang Tim Penilai Akhir," kata Dadong. Adapun Dharnawati—biasa dipanggil Nana—adalah pengusaha. "Saya diminta Pak Menteri berperan aktif, khususnya di bidang transmigrasi," kata Dani, seperti ditirukan Dadong kepada penyidik.

Nyoman kenal Dani hanya beberapa pekan sebelumnya, ketika Dani tiba-tiba datang ke ruangannya membawa profil perusahaan PT Alam Jaya Papua. Mengaku sebagai orang Istana yang dekat dengan pejabat ini-itu, Dani meminta jatah proyek. "Silakan ketemu orang-orang itu," ujar Nyoman, merujuk Ali, Malik, dan Acos. Dalam pertemuan selanjutnya,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…