Legenda 'begundal' Karawang-bekasi

Edisi: 32/40 / Tanggal : 2011-10-16 / Halaman : 64 / Rubrik : IMZ / Penulis : Ali Anwar , ,


Bola mata Brigadir Jenderal Purnawirawan Lukas Kustario yang bulat itu berkaca-kaca tatkala saya pada 1992 meminta dia menjelaskan posisi dirinya dalam peristiwa pembantaian terhadap 431 penduduk oleh tentara Belanda di Rawagede, Karawang, pada 9 Desember 1947.

Lelaki gempal yang pada saat tragedi tak berperikemanusiaan itu menjabat Komandan Kompi I Batalion I Divisi Siliwangi di Karawang itu langsung menengadahkan wajahnya ke langit-langit rumahnya yang sederhana di Jalan Gadog I, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.

Saya tahu, Lukas, yang usianya sudah mencapai 72 tahun saat itu, mencoba membendung air matanya, supaya dianggap tetap tabah, tidak mau dianggap cengeng di mata anak muda.

Namun lama-kelamaan air matanya semakin banyak, sehingga kelopak matanya tak mampu lagi membendung. Air mata itu pun tumpah. Saat wajahnya ditundukkan, dia lepaskan tangis itu, sesenggukan bagai bocah.

"Maaf, sudah lama saya tidak menangis," kata Lukas sambil mengusap air mata menggunakan ujung lengan panjang kemejanya. "Saat peristiwa pembantaian, saya sedang tidak di Rawagede, tapi di kampung lain di sekitar Karawang. Saya baru tahu pembantaian itu keesokan harinya," ujar Lukas.

Lukas mengaku tidak tahu persis alasan Belanda membantai penduduk tak berdosa itu. Namun dia yakin peristiwa amat dahsyat itu disebabkan oleh rasa frustrasi tentara Belanda yang tidak mampu menangkap pasukan pejuang.

"Kadang saya menyesal, mereka menjadi korban pembantaian demi melindungi para pejuang, termasuk saya dan KH Noer Alie," kata Lukas. Kebetulan, kata Lukas, saat itu daerah sepanjang rel kereta api yang membentang dari Karawang, Rawagede, hingga Rengasdengklok menjadi basis pertahanan pejuang.

Setelah Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, Kapten Lukas Kustario dan Noer Alie sama-sama menempatkan pasukannya di Karawang dan sekitarnya. Namun, secara alami, mereka berbagi wilayah operasi gerilya.

Lukas memegang wilayah dari Rengasdengklok, Rawagede, Karawang, ke selatan hingga hutan Kamojing. Adapun Noer Alie (Pimpinan Umum Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah Jakarta Raya) dari Karawang ke utara, membujur dari Rawagede, Rengasdengklok, Batujaya, hingga Pakis.

"Semua pejuang berpakaian seperti rakyat. Tak ada yang berani menggunakan pakaian dan uniform TNI, karena Karawang-Bekasi sudah dikuasai Belanda sejak Agresi Militer Belanda I," kata Lukas.


l l l
Anak pertama Lukas, Lusiati Kushendrini Purnomowati, ingat ia pernah mendengar cerita tentang kejelian dan kelicinan ayahnya itu dari neneknya, Darsih. Ketika itu, kata Lusi, beberapa pekan menjelang peristiwa Rawagede, Lukas tengah berada di rumahnya di Cikampek bersama istrinya, Sri Soesetien, serta mertuanya Soekirno dan Darsih.

Tiba-tiba di depan rumah sudah berdiri…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…