"ali, Ali, Ali..."
Edisi: 48/40 / Tanggal : 2012-02-05 / Halaman : 52 / Rubrik : IMZ / Penulis : Reza Maulana, Victoria Sidjabat ,
TERIAKAN itu menggetarkan gedung enam lantai di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Kumandang 700 pengunjung di Gedung Ali Center tersebut mengingatkan pada pekik penonton tinju di seluruh pelosok Tanah Air pada 1970-an. Saat itu setiap pertandingan Muhammad Ali merupakan hari libur tak resmi. Anak sekolah dan pegawai kantor tetap masuk, tapi hanya untuk nonton bareng di televisi, sembari berseru, "Ali, Ali, Ali."
Malam itu, Sabtu dua pekan lalu, Ali muncul dari balkon dengan dituntun istrinya, Lonnie Ali. Tangannya pelan melambai. Wajahnya tak berhenti tersenyum. Usianya tepat 70 tahun.
Parkinsonâpenyakit gangguan sarafâmembuat gerak lincah, pukulan, ejekan, dan leluconnya tinggal kenangan. Tubuhnya terus bergetar di luar kendali dan harus dipapah. Ia sulit berbicara. Tapi Ali tetap menjadi magnet yang membuat jutaan orang ingin berada di dekatnya.
Karisma Ali membuat pengunjung Ali Center rela menembus guyuran salju yang membekukan kota berpenduduk 741 ribu itu di suhu minus enam derajat Celsius. Mulai anggota Kongres, gubernur, atlet, sampai pemusik David Foster dan John Mellencamp berkumpul untuk merayakan ulang tahunnya. "Muhammad masih seperti anak kecil," ujar Lonnie. "Dia senang pesta ulang tahun."
Saat Shimsiâpesulap jebolan America's Got Talentâtampil, Ali terlihat paling sering melempar senyum. Ia tampak menikmati malam yang disediakan untuk membahagiakan dirinya itu. Maklum, menonton sulap adalah salah satu kegemarannya. Bermain sulap juga menjadi hobi petinju yang terkenal dengan julukan Si Mulut Besar tersebut.
Di pesta itu, pengunjung tak cuma bertemu dan bersulang mengenang kehebatan juara tiga kali kelas berat tinju dunia pada periode 1960-an dan 1970-an tersebut. Pengunjung juga bisa berkeliling gedung yang didesain sebagai museum dan sekaligus pusat budaya sang legenda.
Di Ali Center seluas hampir 9.000 meter persegi ini ditampilkan lima hal nilai kehidupan utama dari seorang Muhammad Ali yang dituangkan ke dalam ruang pameran, yaitu Respect (Rasa Hormat), Conviction (Keyakinan), Dedication (Pengabdian), Charity (Amal), dan Spiritual. Di sini ada foto-foto Ali kecil hingga foto pertandingan terakhirnya, pelbagai lukisan, serta puisi. Sebuah proyektor besar dipasang untuk memutar film The Greatest. "Museum ini impian dari Muhammad Ali dan istrinya," kata Jeanie Khanke, Wakil Direktur Komunikasi dan Pemasaran Ali Center.
Di paviliun lain dari museum yang dibangun dengan biaya US$ 80 juta tersebut dipasang sebuah ring tinju tiruan. Ada pula semua memorabilia tinju Ali dan berbagai pertandingan tinju bersejarah yang pernah dilakoninya. Hampir semua sarung tangannya dipajang. Hanya, tak tampak sepeda masa kecilnya yang telah mengubah nasibnya menjadi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegarawan, sumbangan terbesar…
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…