Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany: Undang-undang Perpajakan Harus Direvisi!

Edisi: 05/41 / Tanggal : 2012-04-08 / Halaman : 108 / Rubrik : WAW / Penulis : Hermien Y. Kleden, Qaris Tajudin, Tomi Arjanto


Enam jam lebih berbicara nonstop soal pajak, agaknya, melukiskan apa yang disebut Fuad Rahmany sebagai "the spirit to achieve tax revenue". Direktur Jenderal Pajak ini datang ke redaksi Tempo pekan lalu. Di hadapan dua lusin lebih wartawan yang mencecarnya dengan rentetan pertanyaan, Fuad mengaku target utamanya adalah meluaskan sedapat mungkin jumlah pembayar pajak, dan menghidupkan potensi-potensi besar yang masih dormant—belum tersentuh—selama ini.

Salah satu sasaran jumbo yang ada dalam target dia—termasuk melalui usul amendemen Undang-Undang Perpajakan—adalah pajak atas aset-aset saham pemilik perusahaan. Selama ini, secepat apa pun kekayaan seseorang beranak-pinak melalui saham perusahaan, petugas pajak tak dapat menyentuhnya kecuali ada transaksi penjualan. "Saham yang nilainya naik enggak akan ada (pajaknya) selama belum dijual," ujarnya.

Maka Fuad pun bergegas menerapkan sensus pajak pada 2011 untuk memetakan potensi pajak yang belum terdeteksi. Ini antara lain untuk memenuhi target penerimaan Direktorat Jenderal Pajak pada 2012 senilai Rp 914,19 triliun. Tentu itu bukan perkara mudah, lebih-lebih di tengah sorotan tajam publik akhir-akhir ini. Nama-nama petugas pajak semacam Gayus Tambunan, Bahasyim Assifie, dan Dhana Widyatmika—yang terlibat kasus-kasus korupsi ataupun dugaan korupsi jumbo—sungguh mengejutkan publik dan mencoreng nama Direktorat Pajak. Kekayaan ketiga orang itu bahkan me­ngalahkan harta para direktur badan usaha milik negara.

Sang Dirjen mengakui integritas masih menjadi salah satu titik lemah di Direktorat Pajak, yang kini tengah dia bereskan. Tapi Fuad juga keras mendesak agar para penyuap petugas pajak—yang selama ini melenggang kangkung begitu saja—dihukum setimpal. "It takes two to tango," dia menegaskan.

Kami menahan Fuad di kantor Tempo lebih lama pada Rabu pekan lalu. Awalnya dia datang "mengantarkan" petugas pajak yang memungut surat pemberitahuan tahunan (SPT) karyawan Tempo. Hadir pada pukul 10.00, ia baru keluar dari kantor Tempo menjelang senja untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Hermien Y. Kleden, Qaris Tajudin, Tomi Arjanto, Purwani Diyah Prabandari, dan Istiqomatul Hayati.

Satu ihwal klasik pajak negara kita adalah pemasukan selalu kurang dari yang seharusnya. Apa strategi Anda mengoptimasi penerimaan?

Salah satunya melalui pemetaan potensi pajak. Itu dimulai dari yang besar-besar, orang kaya-kaya, yang belum cukup membayar pajak. Kendala pertama adalah data kami kurang. Kendala kedua adalah Undang-Undang Perpajakan, khususnya tentang para pemilik perusahaan.

Detailnya bagaimana?

Berbeda dengan direksi yang menerima gaji, dan langsung bisa dipotong oleh pajak penghasilan atau PPh 21, para pemilik perusahaan tak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…