Wajah Sindikat Manusia Perahu
Edisi: 15/41 / Tanggal : 2012-06-00 / Halaman : 58 / Rubrik : INVT / Penulis : Tim Investigasi, ,
KHALIQDAD Jamdad mendadak ingat rumah. Terapung-apung di laut lepas, bayangan desanya di pinggiran Kabul, Afganistan, berkelebat di benak lelaki 39 tahun itu. Awal April lalu, mesin kapal yang semestinya membawa dia dan 82 imigran gelap lainnya ke perairan Pulau Christmas, Australia, terbatuk-batuk lalu mati.
Dua hari sebelumnya, rombongan Khaliqdad berangkat subuh-subuh dari Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Mereka naik kapal motor bernama Bajini Nassa yang diawaki sejumlah pelaut pribumi yang tak bisa berbahasa Inggris.
Khaliqdad tak sendiri. Di sebelahnya, istri dan keempat anaknya gelisah. Yang bungsu, Sujad, baru tiga tahun. Ini seharusnya jadi bagian terakhir perjalanan mereka. Keluarga ini meninggalkan Afganistan sejak delapan bulan lalu. "Saya tak mungkin kembali," katanya kepada Tempo, awal Mei lalu. "Rumah dan semua harta benda saya sudah habis dijual untuk biaya perjalanan ini."
Pada hari ketiga, kapal mereka terseret arus ke timur, menjauhi Pulau Christmas. Mereka lalu terdampar di Pantai Wonogoro di Kecamatan Gedangan, Malang, Jawa Timur, ratusan kilometer dari titik keberangkatan. Lelah dan kedinginan, dengan cepat mereka diringkus petugas imigrasi setempat.
Khaliqdad masih beruntung. Sepekan sebelum dia berangkat dari Pangandaran, sebuah kapal lain berlayar dari Denpasar menuju Ashmore Reef, Australia. Mengangkut lebih dari 50 imigran gelap, kapal itu dilaporkan hilang di dekat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Dalam tiga tahun terakhir, jumlah pengungsi ilegal di Indonesia memang meningkat tajam. Sampai Desember 2011 saja, jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sudah hampir 4.000 orang. Itu belum termasuk imigran gelap.
Jumlah kapal pengungsi yang sampai ke Australia juga melonjak. Tiga tahun lalu hanya 61 kapal. Setahun berikutnya, jumlah itu melompat dua kali lipat menjadi 134 kapal, yang membawa lebih dari 6.800 orang. Trennya terus naik.
Pemerintah Australia dan Indonesia kerepotan menangani imigran tak diundang ini. Apalagi polisi mencium ada mafia penyelundupan manusia (people smuggling) di balik peningkatan jumlah manusia perahu ini.
"Para penyelundup ini membangun bisnis ilegal dengan memanfaatkan pengungsi dari daerah konflik," kata Johnny HutaÂuruk, Wakil Kepala Desk Penanganan Penyelundupan Manusia, Pengungsi, dan Pencari Suaka di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, medio Mei lalu.
Untuk itu, pemerintah kini mengaktifkan Badan Intelijen Negara untuk memantau kegiatan penyelundupan manusia di berbagai daerah. Markas Besar Kepolisian juga membentuk Satuan Tugas People Smuggling di bawah Direktorat Tindak Pidana Umum pada Badan Reserse Kriminal.
Yang jadi masalah, mafia ini beroperasi laiknya sindikat kejahatan transnasional lain: menggunakan sistem sel terputus. Kaki tangan mereka di tingkat lokal, misalnya, hanya kenal dengan pemberi tugas satu lapis di atasnya. Pemainnya juga banyak dan bercabang-cabang. "Tidak mudah melacak dalang utamanya," kata Johnny.
l l l
PADA Agustus tahun lalu, Khaliqdad Jamdad memutuskan untuk memboyong keluarganya ke Australia. Dia tak punya pekerjaan tetap di Kabul, Afganistan. Kadang berjualan beras, kadang menjadi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.