Tersapu Lava, Terkepung Akasia

Edisi: 35/41 / Tanggal : 2012-11-04 / Halaman : 60 / Rubrik : LIN / Penulis : Erwin Zachri, Addi Mawahibun Idhom, Mahbub Djunaidy

Lahan seluas dua kali lapangan sepak bola yang diapit jalan menuju kampung Mbah Mari­djan di Kinahrejo dan tebing curam dinding Kali Kuning sedalam 500 meter itu kini menghijau. Di sekitarnya, denyut nadi kehidupan sudah setahun lebih pulih pasca-erupsi Gunung Merapi pada akhir 2010.

Sayangnya, nuansa hijau itu bukan disebabkan tumbuhan asli, seperti rasamala, puspa, sawo, jambu, dadap, widoro, dan sarangan. Kawasan di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, itu sejuk karena didominasi akasia dekuren (Acacia decurrens), tanaman pendatang dari Australia, dengan rata-rata tinggi dua meter dan batang sebesar pangkal lengan orang dewasa. Pohon-pohon tersebut beranting banyak. Tulang daunnya berbentuk lonjong memanjang dan daunnya teriris kecil-kecil selebar setengah kuku manusia. Dengan batang setinggi dua meter, tanaman ini belum berbiji, dan bunganya masih dalam bentuk bulatan kuning sebesar butiran pasir.

Beberapa penduduk sekitar yang sedang mencari kayu bakar di sekitar lokasi itu menyebut tanaman tersebut sogo. Daun ta­naman ini biasa dijadikan campuran pakan ternak. Kayunya untuk bahan bakar dan sebagian kecil warga menjual kulit batangnya untuk pewarna kain batik. ”Itu pohon kedua yang pertama kali tumbuh di sini, setelah bambu,” kata Sriyati, pemilik warung di sekitar lokasi itu.

Junita, Wakil Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi, mengatakan persebaran akasia dekuren paling banyak di sisi lereng Merapi di Kecamatan Cangkringan. Kawasan di sisi selatan puncak Merapi itu menjadi lokasi pusat konsentrasi guguran lava pasca-erupsi 2010. Kawasan ini gundul dan nyaris tanpa vegetasi saat itu. ”Wajar, tumbuhan yang paling banyak menyebar saat ini adalah tumbuhan pionir, seperti akasia dekuren,” ujarnya.

Lokasi guguran lava…

Keywords: -

---

Foto Terkait