Jejak Panjang Kata-kata
Edisi: 38/41 / Tanggal : 2012-11-25 / Halaman : 72 / Rubrik : IQR / Penulis : Riky Ferdianto, ,
Indonesianis kelahiran Inggris, Hadi Sidomulyo, dan fotografer Fendi Siregar menapaktilasi secara terpisah dua naskah kuno, Nagarakretagama dan Serat Centhini. Mereka memastikan banyak tempat yang masih bisa dikunjungi sebagai obyek wisata petualangan yang menarik. Mereka tidak hanya menghidupkan kembali naskah lama, tapi juga memberi sumbangan kepada sejarah dan arkeologi Indonesia.
Setiap buku punya jejak berbeda pada para pembacanya. Ada buku yang hanya membuat kita tahu akan sesuatu. Tapi ada juga buku yang memaksa kita masuk ke dalamnya dan berkelana dalam dunia yang diciptakan penulisnya. Hal itulah yang terjadi pada Nigel Bullough alias Hadi Sidomulyo dan Fendi Siregar. Begitu besar rasa penasaran keduanya pada buku yang mereka baca hingga Hadi dan Fendi menapaktilasi sejumlah tempat yang disebut dalam dua buku itu: NagaÃÂrakretagama dan Serat Centhini.
Masalahnya, kedua buku ini ditulis ratusan tahun lalu. Tempat yang disebut penulis kedua buku itu tentu sudah berubah. Bahkan nama-nama telah berganti. Tapi justru di situlah letak keunikan penelusuran mereka. Menemukan tempat-tempat tersebut seolah-olah mengungkap misteri yang ada di setiap lembar kedua buku itu.
Hadi, 60 tahun, menjelajahi tempat-tempat yang diceritakan Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama. Hasil penelusuran itu kemudian disusun dalam buku Napak Tilas Mpu Prapanca (2007). Akhir Oktober lalu, dalam forum Borobudur Writers and Cultural Festival di Aula Hotel Manohara, Borobudur, Jawa Tengah, ia menceritakan kembali kisahnya menapaktilasi perjalanan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit itu selama lebih dari tiga jam.
Menurut Hadi, Nagarakretagama punya tempat yang cukup istimewa dalam sejarah Jawa. Kitab ini merupakan buku sejarah yang menjelaskan kehidupan sosial-politik, keagamaan, dan budaya di masa Majapahitââ¬âjauh dari aspek mitologi layaknya naskah kuno Ramayana, Arjunawiwaha, Bharatayudha, Asmaradhana, atau Sutasoma. Semua informasi itu ditulis Prapanca setelah mengikuti perjalanan Hayam Wuruk ke sejumlah wilayah kekuasaan Majapahit pada 1359. Perjalanan selama tiga bulan, September-Desember, itu terbentang sepanjang 700 kilometer dari pusat pemerintahan Majapahit di Trowulan ke arah timur di Blambangan.
Perkenalan Hadi dengan naskah Nagarakretagama berawal pada 1989. Saat itu, ia diajak koleganya bergabung dalam tim ekspedisi yang bertugas menelusuri potensi wisata dan kebudayaan di Jawa Timur. "Waktu itu saya mendapat buku Nagarakretagama terjemahan Slametmuljana (1953). Menurut saya, itu buku peta pariwisata paling tua di Indonesia. Makanya selalu saya bawa selama perjalanan," ujarnya.
Kesimpulan Hadi tidak berlebihan. Dalam kitab tersebut, Prapanca sedikitnya menyebut 200 nama tempat. Beberapa di antaranya adalah tempat yang panorama alamnya sangat menakjubkan, bahkan masih dijadikan obyek wisata hingga sekarang.
Penentuan nama-nama tempat itu memang sudah banyak dikaji peneliti. Namun kajian mereka punya satu kelemahan. Belum ada satu peneliti pun yang mau terjun ke lapangan menapaktilasi tempat-tempat tersebut. Padahal, dalam rentang waktu ratusan tahun, sebuah desa bisa saja hilang atau berganti nama.
Terbukti, saat berkunjung ke lokasi air terjun Madakaripura, Probolinggo, Hadi menemukan banyak kejanggalan. Toponimiââ¬ânama unsur-unsur rupabumiââ¬âdesa-desa di sekitarnya ternyata tidak cocok dengan penjelasan Prapanca. Hanya satu desaââ¬âdari sebelas desaââ¬âyang dapat ia temukan. Sedangkan jejak arkeologis di sekitar daerah itu sangat minim. (Baca "Melacak Gajah Mada".) Artinya, Madakaripura (Mada = Gajah Mada, kari = terakhir, pura = pertapaan) yang terletak di kaki Gunung Bromo dan diyakini sebagai pertapaan terakhir…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…