Buldoser Tak Mampir Di Citamiang

Edisi: 01/42 / Tanggal : 2013-03-10 / Halaman : 62 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,

SEKALI lagi bukit Cisuren, Puncak, dipapas. Kali ini dari punggung hingga kakinya, tegak lurus. Hasilnya adalah 8.000 meter persegi tanah datar yang siap ditanami. Bukan dengan bunga, melainkan bungalo.

Dua pekan lalu, enam vila sudah berdiri di tepi tebing itu. Sebagian steiger bambu masih belum dilepas. Atap vila yang berwarna hijau terlihat dari jalan di seberang lembah.

Kepala Desa Tugu Utara Jajat Sudrajat mengungkapkan enam bangunan itu milik warganya. Di antaranya Wawan, Haikal, Udin, dan Haji Durahman. \"Itu untuk rumah, bukan untuk vila,\" ujar kepala desa yang menjabat untuk kedua kalinya itu.

Ia membenarkan kabar bahwa bangunan itu ilegal: di atas tanah negara, sangat rawan longsor, dan tidak ada izin mendirikan bangunan. Masalahnya, Jajat tak kuasa melarang. \"Mereka bilang itu pilihan daripada tidak punya rumah, dan mereka juga berjanji mau mengurus izin belakangan,\" katanya.

\"Saya bisa lebih tegas ke orang Jakarta daripada ke warga sendiri,\" dia mengeluh. Buktinya, dalam lima tahun terakhir cuma berdiri sekitar 35 vila baru; total bungalo di desanya masih seperti lima tahun lalu, belum lewat angka 400. Toh, ada warga Ibu Kota yang hingga kini tak dapat ia sentuh: para penghuni bukit Citamiang.

Inilah bukit dengan sekitar 12 rumah peristirahatan berkelas butik. Masalahnya, vila tersebut berdiri di atas tanah negara, tanpa surat izin mendirikan bangunan, dan—ini yang jadi isu krusial—menutupi tanah yang seharusnya menjadi spons air saat hujan jatuh. Berdasarkan Keputusan Presiden Tahun 1999 tentang tata ruang Puncak, bangunan apa pun haram ada di sana.

Lebih celaka lagi, bungalo itu dimiliki pesohor militer, birokrat, hingga pengusaha. Jadi, bukit ini menjadi referensi vila ilegal di seantero Puncak, sejak hak garap bukit tersebut dibeli pengusaha King Yuwono dan mantan gubernur Tjokropranolo pada 1988.…

Keywords: -

---

Foto Terkait