Kulkas Yang Terus Berpindah
Edisi: 11/42 / Tanggal : 2013-05-19 / Halaman : 48 / Rubrik : LAPSUS / Penulis : TIM LAPSUS, ,
Laki-laki bertubuh kecil, kurus, gondrong, dan menyandang ransel itu mendadak muncul di kantor Solidaritas Perempuan di Jalan Otto Iskandar Dinata, Jakarta Timur, pada siang hari, 6 Agustus 1996. Beberapa anggota staf lembaga advokasi perempuan itu panik karena khawatir dengan kedatangannya.
Nama Wiji Thukul, lelaki itu, sedang mencuat. Wajahnya terpampang di koran-koran dan televisi sebagai orang paling dicari polisi dan tentara setelah kerusuhan 27 Juli pada tahun itu. \"Kami akhirnya mengadakan rapat kecil dan memutuskan membawa dia ke rumah saya,\" ujar Veronica Indriani, pertengahan April lalu.
Indriani adalah aktivis perempuan dari Yogyakarta yang bergabung dengan Solidaritas Perempuan bersama Wahyu Susilo, adik Wiji Thukul. Dengan taksi, siang itu juga Indri, Thukul, Wahyu, dan seorang teman Indri berangkat menuju rumah Indri di Bojong Gede, Bogor. \"Habis Rp 100 ribu mungkin. Terus kami tambahi, karena memang jauh dan jalannya jelek,\" kata Indri.
Rumah Indri kecil, tanpa pagar, dan agak jauh dari tetangga di sebuah kompleks perumahan di Bojong Gede. Depan dan belakang rumahnya masih tanah terbuka. Kepada ibunya, Indri tak menceritakan siapa tamunya. \"Saya bilang, dia kakak Mas Wahyu. Tapi mungkin Ibu tahu ada yang tidak biasa,\" ujar Indri.
Di rumah itu Thukul tidur di ruang tamu. Indri dan ibunya hanya mengobrol secukupnya dengan sang tamu. Thukul tak lama bersembunyi di sana, hanya tiga-empat hari, kemudian dijemput Alexander Irwan dan istrinya, Edriana Nurdin. Pasangan suami-istri itu adalah aktivis prodemokrasi. Alexander saat itu anggota dari jaringan Partai Rakyat Demokratik, dan Edriana aktif di sebuah lembaga nonpemerintah. Sebelum pergi, mereka sempat makan bersama dengan sayur lodeh dalam suasana yang hangat.
Sejak itu Indri hanya mendapat kabar tentang Thukul dari rekan-rekan sesama aktivis dengan sandi khusus. Tapi dia tidak memantau betul keberadaan Thukul. \"Waktu itu kami menyamarkan dia dengan sandi \'Kulkas\'. Kebetulan waktu itu saya mau beli kulkas dari seorang teman,\" kata perempuan yang pernah ikut mengadvokasi para korban pembangunan Waduk Kedungombo di Jawa Tengah pada 1987 itu. \"Oh, Kulkas sudah aman, ya, syukur,\" dia mencontohkan.
Alex…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…