Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sidarto Danusubroto: Kini Idealisme Dikalahkan Uang
Edisi: 24/42 / Tanggal : 2013-08-18 / Halaman : 284 / Rubrik : WAW / Penulis : Agoeng Wijaya, ,
SEJAK menggantikan mendiang Taufiq Kiemas sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Sidarto Danusubroto melengkapi kiprahnya dalam perjalanan Indonesia pasca-kemerdekaan. Pada masa Orde Baru, dia malang-melintang di korps kepolisian, hingga akhirnya pensiun pada 1991 ketika menjabat Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat berpangkat mayor jenderal. Sekitar dua setengah dasawarsa sebelumnya, Sidarto, yang masih perwira menengah, adalah ajudan terakhir Presiden Sukarno.
Tugas sebagai ajudan presiden hanya dilakoni selama tiga bulan. Sebab, Bung Karno, yang telah dicopot kekuasaannya oleh sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, harus angkat kaki dari Istana Negara pada Mei 1967 dan pindah ke Wisma Yaso.
Selama sepuluh bulan berikutnya, Sidarto bertugas mengawal bekas presiden itu di Wisma Yaso. Di rumah yang kini menjadi Museum Satria Mandala itu, fungsi Sidarto berubah. \"Ketika di Istana Negara, saya hanya disuruh menyiapkan atau mengambil ini-itu oleh Bung Karno,\" katanya. \"Tapi, di Wisma Yaso, saya harus juga menjadi teman ngobrol.\"
Meski megah, Wisma Yaso bak penjara bagi Sukarno. Pemerintah baru yang dipimpin Pejabat Presiden Mayor Jenderal Soeharto menetapkan status tahanan kota terhadap Bung Karno atas tudingan terlibat dalam peristiwa Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu). Sidarto menjadi saksi ketika kondisi Sang Proklamator memburuk setelah statusnya diperketat menjadi tahanan rumah. \"Dia jadi sering diam,\" ujarnya.
Jumat dua pekan lalu, Sidarto mengenang masa-masa bersama Sukarno ketika menerima wartawan Tempo Agoeng Wijaya di rumahnya di Jalan Kemang Utara, Jakarta Selatan. Pada usia 77 tahunââ¬âmenjadikannya anggota Dewan Perwakilan Rakyat tertua pada periode iniââ¬âSidarto tampak tetap bugar. \"Saya tak pernah absen berenang setiap pagi,\" katanya. Baginya, masih ada tugas besar yang menunggu untuk dikerjakan: mengembalikan Indonesia yang menghargai kemajemukan dan mengedepankan negara ketimbang uang.
Anda menjadi ajudan Sukarno ketika dia merayakan hari kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya di Wisma Yaso. Apa yang Anda ingat ketika itu?
Saat itu, menjelang perayaan kemerdekaan 17 Agustus 1967, Bung Karno tinggal di Wisma Yaso dengan status tahanan kota. Di Istana Negara, panitia persiapan perayaan kemerdekaan kebingungan karena bendera pusaka Merah Putih tak ditemukan. Rupanya Bung Karno menyimpan bendera itu.
Bagaimana bisa?
Saya tidak tahu persis bagaimana bendera pusaka bisa dibawa Bung Karno. Pokoknya saat itu Bung Karno…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…