Kiat Eddy Mengail Bapindo
Edisi: 52/23 / Tanggal : 1994-02-26 / Halaman : 26 / Rubrik : NAS / Penulis : PTH
YANG sering tampil di layar televisi mewakili Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) adalah seorang perempuan muda berparas kota. "Bisa kami bantu?" sapanya kepada pemirsa. Senyumnya menjanjikan keramahtamahan pelayanan Bapindo.
Kalau Eddy Tansil, bos Golden Key Group, beruntung menjadi pengusaha yang menikmati "keramahan" bank pemerintah ini, pasti itu tak ada hubungannya dengan iklan di televisi tersebut. Tapi ia berhasil menjala kredit yang jumlahnya, berikut bunganya, kini mencapai hampir Rp 1,3 triliun. Peristiwa ini membuat geger panggung perbankan nasional.
Jauh sebelum kasus Eddy Tansil dibeberkan anggota FKP Arnold Baramuli di Gedung DPR Februari lalu, teka-teki kredit berskala konglomerat ini diam-diam telah dipersoalkan di kalangan intern Bapindo. Departemen Keuangan, yang kini dipimpin bekas tokoh Angkatan 66, Mar'ie Muhammad, mengendusnya. Lalu, akhir tahun lalu, dibentuklah apa yang dinamakan Tim Penanggulangan Kredit di Golden Key Group.
Hasil pemeriksaan tim ini, kemudian, menunjukkan bahwa kasus Golden Key Group tak dapat lagi diselesaikan secara intern di Bapindo. "Orang menganggap kasus Golden Key itu persoalan kredit macet, padahal sudah pencurian uang Bapindo," ujar sebuah sumber di Departemen Keuangan. Akhirnya, 15 Februari lalu, Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad menyerahkan kasus ini kepada Kejaksaan Agung, lengkap dengan arahan penyelewengan yang terjadi. Hasil kerja tim tadi menjadi bekal penyidikan bagi Kejaksaan Agung.
Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong memang bukan orang asing di Bapindo. Pada 1988 ia telah tercatat sebagai rekanan bank pemerintah itu lewat proyek petrokimia di bawah bendera PT Hamparan Rejeki Utama, yang menghasilkan acrylic fiber. Proyek yang berlokasi di Cilegon, Jawa Barat, itu kini sudah rampung 95%, dibiayai oleh sindikasi yang melibatkan Bapindo, Bank Dagang Negara (BDN), dan Bank Bumi Daya (BDN). Dalam sindikasi ini, kabarnya, BDN-lah yang tampil menjadi koordinator (lead-bank)
Tampaknya, Eddy ngotot betul ingin bermain dengan industri petrokimia. Saat proyek Hamparan Rejeki baru dimulai, ia sudah ingin melebarkan sayap dengan membangun pabrik petrokimia lain yang akan memproduksi styrene monomer dan beberapa senyawa derivatnya (turunan). Eddy akan mengelolanya lewat PT Graha Swakarsa Prima. Hamparan Rejeki dan Graha Swakarsa bernaung di bawah Golden Key Group, badan usaha milik Eddy.
Bapindo menyetujui permohonan Eddy untuk PT Graha Swakarsa Prima pada Juli 1989. Untuk proyek ini, Bapindo memimpin sindikasi dengan menarik pula BNI dan BDN. Toh Eddy belum merasa puas dengan dua pabrik itu. Belum genap setahun, ia sudah mengajukan lagi proposal kredit untuk industri petrokimianya yang ketiga, PT Dinamika Erajaya, yang akan memproduksi styrene butadiene.
Soal pembiayaan pabrik styrene butadiene itu belum tuntas, Eddy Tansil telah mengajukan kredit untuk pabrik keempat dan kelima, yang bakal memproduksi polypropylene dan polyethylene. Pabrik polypropylene ada di bawah manajemen PT Pusaka Warna PP, sedangkan pabrik polyethylene itu di bawah panji PT Pusaka Warna PE. Di kedua pabrik itu, kembali Bapindo…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?