Yus Badudu Gurunya Guru Bahasa Indonesia

Edisi: 28/42 / Tanggal : 2013-09-15 / Halaman : 60 / Rubrik : MEM / Penulis : Riky Ferdianto , ,


Penguasa Orde Baru sempat tersinggung oleh kritiknya tentang pejabat yang suka menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar. Kepakaran dan kepopuleran Yus Badudu di bidang bahasa Indonesia bahkan melampaui citra lembaga Pusat Bahasa. Tidak aneh jika dulu kita kerap mendengar penjelasan pengajar bahasa dengan frasa ­pembuka: \"Menurut Yus Badudu….\"

Kini, di usianya yang sudah 87 tahun, Yus hidup dalam sunyi di Bandung. Setelah dua kali ia mendapat serangan stroke, hampir tak ada bahasa apa pun yang keluar dari mulut orang yang dijuluki pakar bahasa Anton M. Moeliono sebagai \"Gurunya Guru Bahasa\" itu. Dia pun luput dari perhatian dan penghargaan. Tempo menemui Yus Badudu.

Terik matahari menyirami lahan perbukitan kawasan Dago, Bandung, Ahad awal Juli lalu, dua hari menjelang bulan puasa. Di salah satu rumah yang ukurannya cukup besar dengan pekarangan seluas dua kali lapangan basket di Jalan Bukit Dago Selatan Nomor 27 di perumahan dosen Universitas Padjadjaran itu, Jusuf Sjarif Badudu tinggal menikmati masa tuanya bersama istri, satu dari sembilan anaknya, menantu, serta dua cucunya.

Rumah itu merupakan saksi bisu perjuangan Yus Badudu—begitu ia disapa—saat mendidik dan membesarkan sembilan anaknya. Namun kini tidak lagi seramai dulu. Delapan anaknya memilih tinggal di tempat lain dengan kesibukan masing-masing. Sebagian anak dan cucunya biasa datang berkunjung di akhir pekan atau saat Lebaran dan Natal. Seperti pada Ahad itu, saat Tempo datang berkunjung pertama kali. Rumah itu dipenuhi sekitar 20 anak-cucunya. Kalau semua berkumpul, selain ia dan istrinya, Eva Henriette Alma Koroh, 82 tahun, ada sembilan anak dan sembilan menantu, 23 cucu, serta dua cicit.

Ketika Tempo tiba di rumah asri dengan pohon kelengkeng setinggi sekitar 10 meter di halaman depannya yang berumput hijau itu, Yus, 87 tahun, terlihat berbaring di sofa ruang tamu. Rambut pria yang pernah sangat populer itu tampak putih sempurna. Ia tidak memakai kacamata seperti yang selalu melengkapi penampilannya jika membawakan acara Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di Televisi Republik Indonesia, sekitar 35 tahun silam.

Hari itu, ia mengenakan baju batik putih dengan motif bunga berwarna kelabu dan celana hitam. Di tangannya tergenggam koran. Ia seperti sedang membacanya. Ananda Badudu, cucu dari anak ketiganya, Chandramulia Satriawan, yang baru tiba dari Jakarta, menghampiri sambil memberi salam, mencium kedua pipinya, dan membantu Yus duduk bersandar. \"Popa (kakek) sudah tidak bisa mendengar,\" ujarnya.

Memang, kondisi kesehatan Yus sudah jauh menurun dua tahun belakangan, terlebih setelah mendapat serangan stroke kedua pada Mei lalu. Kemampuan pendengarannya terganggu. Begitu pula kemampuan berpikirnya. Ia bahkan kesulitan menge­nali orang di sekitarnya. Kalaupun ada nama yang disebut, sifatnya hanya spontanitas, bergantung pada kondisi reaksi nalarnya ketika itu.

Murwidi Udi Narwono, 48 tahun, suami dari anak nomor tujuhnya, Sari Rezeki Adrianita, menuturkan tiga bulan lalu Yus masih bisa diajak berkomunikasi—meski lawan bicaranya harus menuliskan pertanyaan pada secarik kertas. Cara itu sempat Tempo lakukan. Beberapa pertanyaan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…