Tentang Cinta, Kamus, Dan Pembajakan Buku
Edisi: 28/42 / Tanggal : 2013-09-15 / Halaman : 68 / Rubrik : MEM / Penulis : Riky Ferdianto, ,
Saya lahir di Gorontalo, Sulawesi Utara, 19 Maret 1926. Saya anak ketiga dari lima bersaudara, dua laki-laki dan tiga perempuan. Ayah saya Poka Badudu dan ibu saya Pano Sulaeman. Ayah lulusan sekolah rendah, sedangkan ibu tidak pernah bersekolah alias buta huruf. Saat saya berusia tiga tahun, keluarga kami pindah ke Poso, Sulawesi Tengah. Pendidikan dasar saya jalani di sekolah rendah (SR) di Poso, tapi cuma sampai kelas III. Untuk sampai ke sekolah, saya harus berjalan kaki sejauh dua kilometer.
Pada 1936, keluarga kami pindah ke Ampana, yang letaknya di tepi pantai, sekitar 120 kilometer ke arah timur Poso. Pada 1939, saya lulus sekolah sambungan (vervolkschool). Saya lalu menempuh ujian cursus veur volksonderwijs (CVO) di Luwuk. CVO adalah sekolah yang menyiapkan guru untuk mengajar di SR. Saya lulus ujian CVO ini. Saat itu usia saya 13 tahun.
Saya pun kembali ke Ampana, daerah asal saya. Tepat pada 1 Agustus 1941, saya diangkat menjadi guru SR di Ampana. Nama sekolahnya Bestuurvolkschool. Ketika itu, saya masih sangat muda. Baru berusia 15 tahun 6 bulan. Ketika anak-anak seusia saya masih bermain dengan teman-teman sebaya, saya sudah memasuki dunia orang dewasa.
Guru di zaman Belanda harus betul-betul menaati peraturan. Mereka tidak boleh mengerjakan pekerjaan lain, seperti berdagang. Gaji seorang guru yang baru diangkat sepuluh gulden, ditambah dua gulden yang namanya toelage (tunjangan). Setiap bulan menerima 12 gulden memang tidak besar, tapi cukup. Barang kebutuhan pokok saat itu masih murah.
Pada masa pendudukan Jepang, saya tidak bekerja sebagai guru karena tidak diberi kesempatan. Beberapa kawan mendapat kesempatan melanjutkan sekolah ke Shikan Gakkou. Keinginan untuk melanjutkan studi sangat menggebu-gebu. Dalam hati, saya bertekad untuk tidak mau mati hanya sebagai guru SR lulusan CVO.
Setelah…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…