Trubus, Di Manakah Anda?

Edisi: 29/42 / Tanggal : 2013-09-22 / Halaman : 60 / Rubrik : IMZ / Penulis : Nurdin Kalim, Dian Yuliastuti, Seno Joko Suyono


Trubus, yang awalnya bekerja sebagai tukang yang menyiapkan makanan kuda-kuda andong, kemudian sering melawat ke luar negeri. Ia pernah sebulan tinggal di Praha, Cekoslovakia. Selama di Eropa Timur, ia berkunjung ke museum, pabrik keramik, tempat pembuatan patung batu-perunggu, dan lembaga pendidikan calon seniman. Ia juga mempelajari bagaimana negara menyubsidi kegiatan seni rupa.

Pascaprahara politik 1965, Trubus dikabarkan tertangkap tentara saat bersembunyi di lereng Gunung Merapi. Ia membawa radio Behring untuk memantau situasi. Sejak itu, nasibnya tak pernah diketahui. Apakah ia dieksekusi? Ditembak mati? Apakah ia dipenjara lebih dulu? Tapi di mana? Ataukah ia bebas dan tak mau kembali ke dunia ramai? Hingga kini keluarganya masih terus mencari. Anak-anaknya yakin Trubus masih hidup. Ikuti laporan Tempo.


--------------------------------------------------------------------------------


PRESIDEN Sukarno tampak sedang berpose dengan sejumlah seniman anggota Sanggar Pelukis Rakjat, Yogyakarta, yang dipimpin perupa Hendra Gunawan. Dalam foto tahun 1955 itu terlihat antara lain Hendra Gunawan, Affandi, A. Rachmad, Itji Tarmizi, dan Trubus Sudarsono.

Semua yang ada di foto itu terlihat sumringah. Boleh dibilang hanya Trubus, yang berdiri paling kiri, yang terkesan serius. Ia sama sekali tak tersenyum. Tentu ia tengah tak menerawang nasibnya yang akan berakhir tragis—karena bersinggungan dengan Sukarno.

Tapi, tatkala terjadi pembantaian besar-besaran pascaprahara politik 30 September 1965, saat sebagian anggota Pelukis Rakjat dipenjarakan atau di-Pulau-Buru-kan, Trubus bernasib paling malang. Ia tak pernah kembali. Ia \"dihabisi\". Tapi tak seorang pun tahu kapan dan di mana eksekusi itu.


n n n
\"DARYATI, anakku. Jagalah adik-adikmu. Sempatkan menengok ibu dan adikmu di Wates. Katakan Ayah tidak apa-apa. Sembah sujud Ayah untuk embahmu di Wates.\"

Itulah kata-kata terakhir pria kurus bersurjan lusuh dan bertopi pandan kepada Sri Sudaryati, gadis berusia 13 tahun. Sang gadis memeluk erat sambil menangisi pria yang tak lain adalah ayahnya, Trubus Sudarsono, itu. Trubus mencium pipi dan kepala Sudaryati berkali-kali.

Peristiwa mengharukan itu terjadi di belakang kantor Kapanewon Pakem (kini Kecamatan Pakem), Sleman, Yogyakarta, pada awal Desember 1965. Sudaryati, anak kedua Trubus yang kini berusia 61 tahun, saat ditemui Tempo di rumahnya di Banyumanik, Semarang, ingat hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan sang ayah.

Dia mengenang saat itu ayahnya baru saja ditangkap tentara setelah dua bulan bersembunyi di lereng Gunung Merapi. Trubus dibawa ke kantor Kecamatan Pakem hanya untuk transit semalam. Selanjutnya tak diketahui akan dibawa ke mana ayahnya.

Setelah pertemuan tersebut, menurut Sudaryati, ayahnya menjadi sosok takhayul bagi dia dan sembilan saudaranya. Sang ayah tak pernah diketahui nasibnya hingga kini. \"Bagaimana tidak takhayul, kami selalu merindukannya tapi tak pernah tahu kabarnya,\" tuturnya.

Menurut Sudaryati, sebelum prahara politik 1965 merenggut Trubus, ayahnya adalah salah seorang pelukis dan pematung kepercayaan Bung Karno, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta, serta dosen di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta.

Trubus menjadikan rumah tinggalnya yang besar di Desa Purwodadi, Pakembinangun, Sleman, sebagai sanggar bagi siapa saja yang belajar melukis, karawitan,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…