Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Djarot Sulistio Wisnubroto: Riset Kami Tak Mendapat Dukungan
Edisi: 30/42 / Tanggal : 2013-09-29 / Halaman : 138 / Rubrik : WAW / Penulis : Tito Sianipar, ,
MELAMBUNGNYA harga kedelai belakangan ini tak hanya memukul produsen tahu dan tempe, tapi sekaligus menjadi tamparan bagi Djarot Sulistio Wisnubroto, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Tiga dasawarsa lalu lembaganya mulai mengkaji pemanfaatan teknologi mutasi radiasi untuk tanaman pangan. Riset tersebut telah menghasilkan enam varietas kedelai lokal. Namun pemerintah belum memanfaatkan temuan itu untuk mendongkrak produksi kedelai nasional.
Padahal, jika melihat hasil riset Batan, enam varietas kedelai tersebut jelas lebih unggul dibanding kedelai yang selama ini ada. Kedelai Mutiara-I, misalnya. Selain tahan penyakit karat daun (Phakospora pachirhyzi Syd), varietas unggul ini bisa menghasilkan sedikitnya 2,4 ton per hektare. Sedangkan rata-rata produksi nasional hanya sekitar 1,5 ton per hektare.
Menurut Djarot, Batan telah berupaya memperkenalkan berbagai varietas yang telah disertifikasi Kementerian Pertanian tersebut kepada para petani di daerah. Banyak petani ingin menanamnya. \"Tapi, bagi mereka, tak ada guna menanam kalau tidak mendapat harga jual yang layak,\" ujarnya.
Selain itu, dia mengakui sulit menghapus persepsi masyarakat yang masih dihantui bahaya radiasi nuklir. Akibatnya, peran Batan, yang telah berusia separuh abad lebih, tak pernah bergaung. Jangankan penerapannya pada makanan, pekerjaan mereka yang lebih dikenal publik pun, yakni menyiapkan pemanfaatan nuklir sebagai sumber daya energi, tak jelas nasibnya.
Padahal berbagai uji kelayakan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) telah dimulai pada 1970-an. Rencana terakhirââ¬âmembangun PLTN di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengahââ¬âkini hilang begitu saja. Begitu pula uji kelayakan lokasi baru di Bangka Belitung yang sedang dikerjakan dan ditargetkan rampung tahun ini belum tentu akan merealisasi mimpi Indonesia memiliki PLTN pertama.
Djarot kecewa. Toh, dia juga tak bisa berbuat banyak. \"Masalah utamanya pada keputusan politik,\" katanya. Harapannya mengangkat Batan kembali tumbuh setelah pada Juli lalu pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2013 tentang Batan. Ini adalah beleid pertama yang spesifik mengatur perihal Batan sebagai badan pelaksana penelitian dan pengembangan nuklir.
Sementara menunggu dampak dari aturan baru tersebut, Batan melanjutkan perannya di komunitas nuklir internasional. Banyak negara, terutama Asia dan Eropa, selama ini menjalin kerja sama dengan lembaga ini untuk pemanfaatan teknologi nuklir. Selasa pekan lalu, wartawan Tempo Tito Sianipar menemui Djarot yang sedang menghadiri konferensi di kantor pusat Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria. Selama dua jam wawancara, ditemani secangkir melange, sesekali Djarot harus melayani…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…