Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md.: Koruptor Tak Mungkin Sendiri

Edisi: 33/42 / Tanggal : 2013-10-20 / Halaman : 162 / Rubrik : WAW / Penulis : Agoeng Wijaya, Iqbal Muhtarom, Purwani Diyah Prabandari


Terbongkarnya kasus suap Akil Mochtar dua pekan lalu betul-betul mengguncangkan Indonesia dan membikin banyak pihak meradang. Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi itu dengan dugaan menerima suap sekitar Rp 3 miliar. Media nasional dan internasional kontan menempatkan Akil sebagai kepala berita dan siaran utama mereka. Daya tarik berita ini memang luar biasa: untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, seorang hakim dengan level setinggi dan sepenting itu kedapatan menerima suap dengan terang—di rumah dinas pula.

KPK langsung menciduk Akil serta para tersangka penyuap: anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Chairun Nisa; pengusaha tambang Cornelis Nalau; serta Hambit Bintih, inkumben pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Pesaing Hambit menggugat kemenangan sang Bupati ke Mahkamah Konstitusi.

Akil tak hanya terjungkal oleh godaan dari daerah-daerah nun jauh. Dia juga ditetapkan KPK sebagai tersangka suap sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten. Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan—suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany—dan pengacara Susi Tur Andayani menjadi tersangka penyuap dan telah dikirim ke tahanan. KPK juga mencegah Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yang dipandang sebagai saksi penting dalam perkara adik lelakinya.

Dua hari setelah penangkapan Akil, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat dengan semua pemimpin lembaga negara—minus Mahkamah Konstitusi—di Istana Negara. Yudhoyono berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang persyaratan, aturan, dan mekanisme seleksi hakim konstitusi sebagai salah satu agenda penyelamatan MK. "Respons cepat negara memang sangat diperlukan dalam kasus ini," ujar Mahfud kepada Tempo.

Selepas pecahnya aib besar ini, banyak yang mendesak Mahfud, sebagai bekas Ketua MK, agar turut bertanggung jawab. Apalagi sejumlah dokumen dan keterangan saksi menyebutkan Akil menerima setoran sejak menjadi hakim konstitusi pada masa kepemimpinan Mahfud, yang berakhir pada 1 April 2013. Mahfud juga dituding melindungi Akil selama masa dinasnya.

Salah satunya ketika Akil—mantan politikus Partai Golkar—dituduh menerima suap dalam sengketa pemilihan Bupati Simalungun, Sumatera Utara, pada 2009. Ada yang bahkan mencurigai Mahfud ikut "bermain" dalam kasus tersebut. Tak mengherankan bila muncul pertanyaan tentang penunjukan Mahfud sebagai salah satu anggota Majelis Kehormatan. Tugas majelis ini memeriksa dugaan pelanggaran etik Akil.

Mahfud mengaku sangat terpukul oleh penangkapan bekas koleganya dan membantah tuduhan miring kepadanya. "Saya tidak pernah menerima suap," ujarnya. "Tapi, kalau ada yang merasa pernah memberi, silakan muncul dan sampaikan. Saya akan menggantinya dua kali lipat secara kontan sebelum saya ke KPK,"…

Keywords: Wawancara Mahfud MDMahkamah Konstitusi
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…