"jangan Sebut Saya Maestro"

Edisi: 34/42 / Tanggal : 2013-10-27 / Halaman : 74 / Rubrik : MEM / Penulis : Purwani Diyah Prabandari, Riky Ferdianto,


Hingga kini, ribuan karya telah dia hasilkan. Puluhan album monumental dia keluarkan. Ratusan musik ilustrasi film pun ia buat. Pengalamannya bermusik sangat kaya. Ia, misalnya, pernah terlibat dalam misi Sukarno ke Papua. Sebutan musikus gila, karena itu, juga menempel padanya.

Beragam penyakit, seperti maag kronis dan kanker usus, pernah menderanya. Terakhir ia didiagnosis kanker paru-paru. Tapi itu semua tak menghalanginya terus bermusik. Bahkan kini Idris Sardi tetap sibuk dengan rekaman dan persiapan konser di Malaysia pada Januari mendatang. Tempo menemuinya di studio dan di rumah kerabatnya.

Idris Sardi terbatuk-batuk. Namun sang maestro biola tak menghentikan obrolan. Bahkan, ketika suaranya seolah-olah tercekat, Idris terus mengisahkan kehidupannya. "Minum dulu," Santi Sardi, anaknya, menyarankan. "Papa kecapekan," kata Santi menjelaskan kondisi ayahnya.

Idris Sardi memang baru beberapa hari pulang dari Kuching, Sa­rawak, Malaysia, saat kami temui. Di sana ia menggelar konser "Tribute Concert to P. Ramlee". Selama satu setengah jam, audiens, termasuk Menteri Besar Pehin Sri Abdul Taib Mahmud, terpesona oleh permainan biola maut sang maestro dari Indonesia. "Orang tidak mau pergi," kata Idris mengisahkan konsernya. Ia juga membawa pulang penghargaan gelar Panglima Setia.

Begitu kembali ke Jakarta, Idris bukannya istirahat. Dia terus bekerja dengan musiknya. Bahkan, meski sakit, dia tetap bekerja di studio. "Ini bisa sampai pagi," kata Santi.

Rabu sore awal Oktober lalu itu, di ruang tamu studio musik Musica di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, bersarung santai, dengan panjang-lebar Idris Sardi mengungkapkan kisah dan berbagai prinsip hidupnya, termasuk kegalauannya akan dunia musik dan para musikus sekarang. "Saya mengkritik sistem, ya," ujarnya. Meski banyak selingan batuk dan tercekat saat berbicara, Idris tetap bersemangat. Bahkan berkali-kali pembicaraan disertai contoh permainan biolanya. Hingga tak terasa hampir dua jam obrol­an berlangsung.

Pria 75 tahun ini memang sangat serius dengan musik. Ia tak terhentikan oleh sakit. Bahkan juga ketika terjadi heboh dengan "konser pamit"-nya pada Agustus 1994. Juga ketika dokter menyatakan Idris terkena penyakit yang tak ringan, kanker usus, pada 1998. Ia…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…