Aliran Baru Suap Hambalang
Edisi: 37/42 / Tanggal : 2013-11-17 / Halaman : 34 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Anton Septian, Rusman Paraqbueq, Tri Suharman
DIPERIKSA Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi skandal Hambalang, 22 Oktober lalu, Marzuki Alie justru diinterogasi perkara lain. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu dimintai keterangan tentang proyek pembangunan gedung Dewan, yang telah dibatalkan atas desakan publik pada 2011. Pertanyaan investigator, kata Marzuki, tak diawali basa-basi.
Marzuki mengatakan penyidik ingin mengetahui peran Anas Urbaningrum dalam proyek itu. Ada indikasi bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu terlibat proyek gedung Dewan, selain telah menjadi tersangka kasus rasuah proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional Bukit Hambalang. Kepada KPK, Marzuki menjelaskan pernah didatangi Mahfud Suroso, Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, milik istri Anas, ketika proyek masih dalam tahap pembahasan. "Dia memperkenalkan diri sebagai orang Anas," ujar Marzuki menceritakan peristiwa tersebut pada Kamis pekan lalu.
Dugaan suap pada proyek gedung Dewan ini merupakan rentetan skandal yang terkuak setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Mindo Rosalina Manulang, anak buah Muhammad Nazaruddin, pada Maret 2011. Ia dituduh menyuap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam untuk memenangi proyek Wisma Atlet SEA Games XXVI, Palembang. Nazaruddin, yang menjadi terdakwa kasus itu, lalu membuka skandal yang lebih besar, yakni korupsi Hambalang. Kamis pekan lalu, perkara ini mulai diadili Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa Deddy Kusdinar, Kepala Biro Keuangan dan Urusan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Direncanakan sejak 2008, tender pembangunan gedung DPR dibuka pada 14 Maret 2011. Belum sampai ada pemenangnya, proyek kandas setelah ditentang dari segala penjuru. Publik menilai anggaran gedung kemahalan. Direncanakan tingginya 36 lantai, biaya konstruksi gedung mencapai Rp 1,8 triliun, sebelum berkurang jadi Rp 1,16 triliun. Per 23 Mei 2011, proyek resmi dibatalkan. Meski pembangunan tak jadi, mahar dari perusahaan calon penggarap proyek disinyalir sudah mengalir ke sejumlah anggota DPR.
Marzuki mengaku juga ditanya penyidik soal aliran uang tersebut. Ia menjawab betul sudah ada duit masuk ke DPR. "Saya tahu karena ada anggota fraksi yang menunjukkan uangnya kepada saya," kata Marzuki, yang juga Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR. "Dia komplain uangnya kurang." Kepada Tempo, Marzuki menolak menjelaskan siapa saja anggota DPR yang sudah diguyur, berapa jumlahnya, dan siapa penyuapnya. "Pokoknya dari perusahaan konsorsium," ujarnya.
Marzuki mengklaim, ia langsung menghubungi Menteri Badan Usaha Milik Negara waktu itu, Mustafa Abubakar, untuk memprotes. Sebab, pemberi uang adalah perusahaan konstruksi pelat merah. "Proyek ini belum berjalan, kok, semua orang di BURT sudah disuap." Mustafa Abubakar belum dapat dihubungi. Menteri BUMN penggantinya,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…