Jan Pieter, Hong Boen, Dan Beckett

Edisi: 45/42 / Tanggal : 2014-01-12 / Halaman : 50 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : TIM LIPSUS, ,


PENGGALAN sajak berjudul ”Petrus” yang dipampangkan di layar itu
tiba-tiba digumamkan saat rapat buku puisi terbaik 2013 pilihan Tempo.
Para wartawan Tempo yang terlibat diskusi sejurus khidmat menyimak.
”Lihat, sajak ini bertolak dari parabel-parabel Alkitab. Untuk memahami
setiap kalimat, kita harus mengerti dulu kisah-kisah di Perjanjian Baru,” kata Sapardi Joko Damono, yang diundang sebagai juri bersama Zen Hae.

Kami sore itu—sembari menyeruput kopi tubruk dan melahap keripik—membicarakan puisi-puisi Mario F. Lawi. Penyair asal Kupang itu masih sangat muda. Umurnya belum menginjak 22 tahun. Ia produktif.
Sajaknya selama 2013 tersebar di berbagai media: Kompas, Sinar Harapan, Koran Tempo, dan sebagainya. Ia juga menerbitkan buku kumpulan puisi: Memoria. Baik yang tertebar di koran maupun terhimpun di buku, karyanya sarat imaji biblikal.

Dunia persilatan penyair kita pada 2013 cukup bergairah. Muncul kumpulan puisi penyair-penyair muda yang mengolah mitologi,
sejarah, dan folklor. Dan di antaranya menyuguhkan pergulatan diksi dan imajinasi yang mengesankan. Selain Mario, bagi kami, yang paling menonjol adalah Deddy Arsya. Penyair kelahiran Pesisir Selatan, Sumatera Barat, berumur 26 tahun ini meluncurkan buku Odong-odong
Fort de Kock. Odong-odong, kita tahu, adalah semacam permainan komedi putar untuk anak-anak. Sedangkan Fort de Kock adalah benteng peninggalan Belanda di Bukittinggi, Sumatera Barat. Sajak-sajak Deddy mengeksplor sejarah dan unsur lokal. Simak awal puisinya berjudul ”Sirkus dari Insulinde”:

Pembaca, sementara pada 2012 untuk pemilihan buku sastra terbaik kami hanya memilih sebuah buku, kini kami membagi dua kategori: prosa dan puisi. Kami juga merekomendasikan buku-buku sastra dari
2013 yang layak baca. Tentu saja, dalam memilih karya sastra itu, kami tak mengikutsertakan buku sastra yang dibuat oleh warga Tempo sendiri. Pada Maret tahun lalu, misalnya, Goenawan Mohamad menerbitkan kumpulan puisi Gandari dan Sejumlah Sajak. Itu kami keluarkan dari penilaian.

Diskusi-diskusi menentukan karya sastra pilihan ini sendiri cukup berat. Salah satu fokus kami adalah melihat bagaimana penyair atau penulis cerita mampu mengolah bahan-bahan yang menjadi dasar penciptaannya. Banyak penyair yang bertolak dari sejarah, tapi puisinya hanya menjadi semacam informasi sejarah. Itu karena ia belum betul-betul mengunyah dan menginternalisasi data tersebut menjadi
miliknya sendiri secara khas. Deddy, menurut kami, memiliki kemampuan mencerna dan memberi makna lain terhadap sejarah.

Maka kumpulan sajaknya, Odong-odong, kami pilih sebagai kumpulan sajak terbaik 2013. Kami juga memutuskan kumpulan cerpen A.S. Laksana, Murjangkung, sebagai karya prosa terbaik dibandingkan
dengan Maya, novel Ayu Utami yang terbit Desember lalu. Itu lantaran Sulak—demikian Laksana biasa dipanggil—sanggup mendekati
realitas dengan cara pandang yang ironis. Tuan Jan Pieterszoon Coen, misalnya, ia main-mainkan menjadi sosok Murjangkung. Keterampilannya…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04

Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…

D
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04

Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…

Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…