Fareed Zakaria: Indonesia Harus Lebih Berperan Dalam Isu Islam

Edisi: 43/42 / Tanggal : 2013-12-29 / Halaman : 172 / Rubrik : WAW / Penulis : Sadika Hamid, ,


Fareed tumbuh dan berkembang dari latar budaya beragam. Lahir di Mumbai, India, pada 1964, ia besar di tengah keluarga intelektual muslim. Ayahnya politikus dan pakar agama Islam. Ibunya editor koran. Setamat sekolah, ia pergi ke Amerika Serikat, mengambil gelar bachelor of arts sejarah di Yale College dan doktor hubungan internasional di Universitas Harvard. Dia kemudian menetap dan menjadi warga negara Amerika.

Pada usia 28 tahun, dia sudah dipercaya menjadi Redaktur Pelaksana Foreign Affairs, jurnal hubungan internasional Amerika Serikat. Fareed kemudian bergabung dengan Newsweek pada 2000. Di sana dia menjadi kolumnis tetap dan editor edisi internasional selama sepuluh tahun. Topik tulisannya membentang dari isu globalisasi, situasi di negara berkembang dan Timur Tengah, hingga peran Amerika Serikat di dunia.

Sekarang wajah Fareed kerap muncul di layar CNN sebagai pembawa acara Fareed Zakaria GPS. Dia juga menjadi editor-at-large majalah Time dan kolumnis tetap harian Washington Post. Sejumlah bukunya menjadi bestseller. Salah satunya The Post-American World 2.0, tentang pergeseran kekuatan dunia dan berkurangnya pengaruh Amerika Serikat.

Di Negeri Abang Sam, Fareed dikenal sebagai penengah antara Islam dan Barat. Tapi, di berbagai media, ayah tiga anak ini menyatakan ia bukan orang yang religius. Terkadang ia enggan didaulat menjadi komentator dunia Islam. "Saya tahu Islam secara naluriah. Pengetahuan seperti itu tak bisa Anda dapatkan dari buku," ujarnya seperti dikutip harian Village Voice.

Bulan lalu, Sadika Hamid dari Tempo menemuinya di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, di sela acara World Culture Forum. Fareed bersama Amartya Sen, pakar ekonomi dan peraih Nobel, menjadi pembicara utama. Sembari menyantap greek salad dan blueberry smoothies di sebuah resto pinggir pantai, Fareed menerima Tempo sebelum meluncur ke bandar udara untuk mengejar pesawat kembali ke Amerika.

Apa sebetulnya peran budaya dalam memicu pertumbuhan ekonomi sebuah negara?

Budaya tidak dengan sendirinya membuat pertumbuhan sebuah negara buruk atau baik. Orang mengatakan Cina tumbuh karena budayanya. Tapi, selama berabad-abad, pertumbuhan Cina sangat lamban. Padahal budayanya sama. Hal serupa terjadi pada India. Sekarang orang menyatakan budaya di India berpengaruh positif. Tapi, ketika saya besar di India, semua orang menyatakan "budaya kitalah yang menimbulkan kemiskinan". Ini menunjukkan budaya tidak berdiri sendiri. Kita bisa mengubah kebudayaan. Jika kebijakan ekonomi dan insentif yang ada diubah, orang-orang yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…