Kisah Gubernur Yang Dikucilkan
Edisi: 49/42 / Tanggal : 2014-02-09 / Halaman : 60 / Rubrik : IMZ / Penulis : Seno Joko Suyono, Nurdin Kalim, Ananda Badudu
Pemerintah daerah Jakarta memberikan sedikit bantuan renovasi rumah almarhum Henk Ngantung (1921-1991). Rumah gubernur kedua Jakarta di kawasan Cawang, Jakarta Timur, itu setahun lalu masih bobrok. Setelah terlempar dari kursi gubernur, hidup Henk mengenaskan. Tinggal di gang sempit, hampir buta total, dan dikucilkan dari pergaulan karena dianggap tersangkut peristiwa 1965.
Henk Ngantung diangkat oleh Sukarno sebagai gubernur pada 1964 karena dianggap mampu menata Jakarta secara indah. Henk salah satu anggota Persatuan Ahli Gambar Indonesia, yang didirikan S. Sudjojono dan Agus Djajasuminta. Ia dikenal sebagai juru sketsa yang selalu hadir dalam momen bersejarah perundingan Indonesia-Belanda.
Jabatan Henk sebagai gubernur sangat singkat, hanya sekitar setahun. Ikuti kenangan bagaimana sengsaranya kehidupan Henk setelah tahun 1965 itu dari janda Henk. Juga ulasan Tempo mengenai lukisan Memanah, karya legendaris Henk yang oleh Sukarnoââ¬âmenurut banyak orangââ¬âdianggap sebagai "azimat" Proklamasi. Selain itu, sketsa-sketsa Linggarjati yang langka karena dibubuhi tanda tangan langsung oleh para peserta perundingan.
***
Ruangan ini dulu merupakan studio lukis Pak Henk Ngantung," siang itu Hetty Eveline Mamesah, 74 tahun, janda mendiang Henk Ngantung, ramah menyambut. "Setelah Pak Henk meninggal, bekas studio ini kami jadikan tempat tinggal."
Rumah Gubernur DKI Jakarta di era Sukarno itu berada di ujung Gang Jambu, sebuah gang sempit di perkampungan padat penduduk di bilangan Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Bagian belakang rumah tersebut masih menyisakan tanah cukup lebar, dengan pepohonan dan ilalang, di tepi kali kecil.
Di rumah sederhana itu Henk Ngantung menjalani hari-hari "dikucilkan" dari pergaulan, mulai 1965 sampai ia wafat pada Desember 1991. Selama tinggal di situ, mata Henk setengah buta karena glaukomanya semakin parah. Meskipun demikian, Henk terus melukis. Dari hasil lukisan dan sketsa yang dijualnya, dia menghidupi keluarganya. "Uang pensiun sebagai gubernur hanya Rp 850 ribu," kata Evieââ¬âpanggilan akrab Hetty Eveline Mamesah.
Henk adalah Gubernur Jakarta pada 1964-1965. Sebelumnya, dia menjabat wakil dari Gubernur Jakarta Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964). Sukarno memilih Henk menjadi wakil dan kemudian gubernur karena menginginkan Ibu Kota dipimpin seseorang yang mengerti seni. Sebagai pelukis sejak 1940-an, Henk sudah dekat dengan Bung Karno. Pada 1957, Henk menjadi salah satu pemimpin panitia negara untuk mendekorasi Istana. Bila ada perayaan 17 Agustus atau penyambutan tamu negara, sampai jauh malam ia menghias Jakarta.
Saat menjadi wakil gubernur, Henk mulai mempercantik Jakarta. Perlunya Jakarta memiliki air mancur adalah idenya. Ia pernah menaruh kuali-kuali bunga di sebagian Jalan Thamrin. Pada waktu itu pot bunga berukuran gede belum ada di Jakarta. Henk menggunakan kuali besar…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegarawan, sumbangan terbesar…
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…