Perang Bintang Timah Mentah

Edisi: 05/43 / Tanggal : 2014-04-06 / Halaman : 94 / Rubrik : EB / Penulis : Y. Tomi Aryanto, Akbar Tri Kurniawan, Martha Thertina


Gambar timah putih seukuran jari telunjuk itu diperlihatkan kepada 21 peserta rapat di kantor Pangkalan Angkatan Laut Batam, Rabu dua pekan lalu. Difoto beberapa hari sebelumnya, seperti itulah bentuk timah non-batangan di dalam 58 kontainer yang ditahan TNI Angkatan Laut sejak 7 Maret lalu.

Komandan Pangkalan Kolonel Laut Ribut Eko Suyatno bertanya kepada para tamunya yang berasal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, PT Surveyor Indonesia, Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), serta Asosiasi Solder Indonesia. "Timah berdiamater sejari telunjuk ini bisa disebut solder?"

Lay Rusli Mulyadi, Ketua Umum Asosiasi Solder, yang hadir dalam rapat, kemudian menjawab, "Menurut aturan, solder hanya berdiameter 0,3-3 milimeter, tidak ada yang sebesar jari telunjuk." Dengan alasan itu, timah dengan bentuk selain batangan tersebut harus punya klasifikasi khusus agar bisa diekspor.

Bukan tanpa perlawanan, seorang peserta yang mewakili surveyor ngotot bahwa gulungan timah tersebut tetap layak disebut solder. Mereka tak mau kalah dengan menunjukkan gambar-gambar serupa yang diambil dari Internet. Namun, menurut Lay Rusli, yang diperlihatkan oleh surveyor itu bukannya timah solder, melainkan alat pencetaknya. "Terang saja terlihat lebih besar."

Rapat yang diawali dengan makan siang bersama itu adalah pertemuan keempat sejak patroli Gugus Keamanan Angkatan Laut Armada Barat menangkap tongkang Bina Marine 76 bersama kapal penariknya, Bina Marine 75, Jumat dua pekan sebelumnya. Kapal berbendera Indonesia yang mengangkut 176 peti kemas dari pelabuhan laut Pangkal Balam, Bangka Belitung, itu dicegat karena dicurigai membawa timah ilegal menuju Singapura.

Persoalan jadi sensitif lantaran kapal itu berlayar di bawah kawalan polisi. Petugas patroli Angkatan Laut mendapati empat anggota Direktorat Polisi Air dan Udara berseragam dan bersenjata lengkap, yang kemudian ikut digiring ke tahanan. Spekulasi pun merebak, ada tangan-tangan petinggi atau pensiunan jenderal polisi di balik bisnis timah di Bangka Belitung.

Apalagi dalam rapat-rapat koordinasi itu wakil dari kepolisian tak tampak hadir. "Saya hanya mengundang yang berkaitan," ujar Kolonel Ribut, Rabu pekan lalu. Ia enggan memberi penjelasan setiap kali ditanya ihwal keterlibatan sejumlah anggota polisi di balik ekspor ilegal tersebut. "Itu bukan kewenangan saya."

Markas Besar Kepolisian RI di Jakarta langsung tersengat mendengar penangkapan itu. Koordinasi segera dilakukan dengan menelepon petinggi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk memastikan bahwa semua dokumen ekspor yang melengkapi pengapalan timah itu sah. Selang sehari, muncul pernyataan dari Bea dan Cukai bahwa timah non-batangan di atas kapal yang ditangkap Angkatan Laut itu disertai syarat-syarat administrasi yang legal, termasuk laporan surveyor.

Empat perwira menengah senior juga dikirim ke Batam untuk melobi agar empat polisi pengawal kapal itu dilepas. Tapi Angkatan Laut berkukuh hendak memproses mereka berikut kasus ini ke level lebih lanjut, kecuali…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…