Puan Maharani: Tak Ada Yang Bisa Mengempaskan Saya

Edisi: 07/43 / Tanggal : 2014-04-20 / Halaman : 44 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Widiarsi Agustina, Heru Triyono, Sundari


Di teras rumah Kebagusan, kaleidoskop itu seolah-olah berputar kembali tatkala Puan Maharani tegak di hadapan wartawan yang memadati beranda, selepas pemilu legislatif, Rabu pekan lalu. Seperti laron merubungi cahaya, mereka memburu perempuan 40 tahun itu, melontarkan pertanyaan, dan bergegas merekam apa-apa yang meluncur dari mulutnya. Di teras yang sama, putri almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri itu pernah menyaksikan ibunya memberi wawancara kepada para juru warta dari berbagai penjuru dunia selepas tragedi 27 Juli 1996: satu masa paling nadir dalam sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Usia Puan 23 tahun ketika itu, dengan paras segar dan remaja. Namanya tak dikenal, masih jauh dari orbit politik. Toh, kepada salah seorang wartawan yang hadir, gadis muda itu menunjukkan keterlibatannya dengan sungguh. Dia berkata, mengapa pihak penguasa bisa melakukan kekerasan politik sehebat itu terhadap partainya.

Peristiwa 17 tahun silam itu tak bisa diputuskan dari kemenangan PDI Perjuangan pekan lalu. Hitung cepat sejumlah survei memastikan PDIP meraih pemilih terbesar. Ibunya memberi selamat kepada Puan, Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu PDIP. Tapi sebagian penyokong partai mencerca keras, mengapa Badan Pemenangan Pemilu tak merangsek pasar suara jauh-jauh hari dengan memanfaatkan "efek Jokowi".

Banteng memang hanya mencatatkan kemenangan yang pucat. Dari target 27,02 persen, perolehan suara versi hitung cepat hanya sekitar 19 persen. Dalam jumpa pers di Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu sore itu, Puan mengakui kekeliruan strateginya dan memastikan akan ada evaluasi internal. "Kami tetap solid," dia menegaskan. Pendukungnya berkeplok dan kamera-kamera menjepret wajahnya dengan rakus.

Puan Maharani praktis tumbuh dengan menyesap adagium klasik "politics is the art of possible". Dari masa-masa "paria" PDIP selepas 1996, sejarah menyaksikan Megawati naik ke puncak kekuasaan sebagai presiden kelima Indonesia—lalu gagal bertarung di periode berikutnya. Aneka pengalaman politik ini turut membentuk "transformasi" Puan sepanjang dua dekade terakhir.

Dari diskusi politik di meja makan atau ruang tamu keluarga, Puan melakukan lompatan jauh ke pusat arus utama yang turut menentukan peta politik Indonesia, setidaknya, dalam lima tahun ke depan. Dia membacakan mandat Megawati bagi penetapan Joko Widodo—kader partai dan Gubernur Jakarta—menjadi calon presiden 2014-2019. "Kerja politik tidak bisa instan," ujarnya kepada Tempo.

Pemenangan pemilu sejatinya bukan latar baru bagi ibu dua anak ini. Puan memimpin tim yang merebut kursi Gubernur Jawa Tengah bagi kader Ganjar Pranowo pada 2013. Dia menggerakkan kendali yang memenangkan anak-anak Banteng dalam pemilihan kepala daerah Jembrana, Bali, serta Banyumas dan Sukoharjo di Jawa Tengah. Pekan lalu, di tengah penghitungan suara, Puan memberikan wawancara khusus ini.

Dia menerima Widiarsi Agustina, Heru Triyono, Sundari, serta fotografer Imam Sukamto dari Tempo dan menjawab semua pertanyaan tanpa off the record. Dari kerja…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…