Gustav F. Papanek Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh Dua Digit

Edisi: 08/43 / Tanggal : 2014-04-27 / Halaman : 108 / Rubrik : WAW / Penulis : Sadika Hamid, Hermien Y. Kleden, Purwani Diyah Prabandari


Muncul di executive lounge lantai 17 Hotel Four Seasons, Jakarta, pada pertengahan Maret lalu, Gustav Papanek memadamkan seketika imajinasi tentang "kehebatan" seorang begawan ekonomi yang disegani di dunia. Tubuhnya melengkung oleh umur yang jauh, hanya dibalut sehelai kemeja batik murah. Dia menenteng sendiri sebuah tas kulit hitam sederhana. Kulitnya berkerut, rambutnya seputih asap, jalannya agak perlahan, tapi daya ingatnya di usia 88 tahun seolah-olah tak berpautan dengan umur. Gus-begitu dia dipanggil-bisa menyitir angka-angka riset dari aneka tahun tanpa mengecek catatan.

Profesor ekonomi ini bisa berbahasa Indonesia, walau tak fasih, berkat pertautannya dengan negeri ini selama setengah abad. Gustav Papanek adalah Presiden Boston Institute for Developing Economies (BIDE). Dalam kaitan dengan Indonesia, dia adalah peneliti, konsultan, dosen, dan mentor utama "Mafia Berkeley": sejumlah arsitek ekonomi paling berpengaruh pada masa Orde Baru. Mereka antara lain Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, dan J.B. Sumarlin. "Mereka ekonom hebat yang mengurus masalah yang amat berat," ujar Papanek tentang anak-anak didiknya.

Bergerak di kota-kota besar dunia sebagai penasihat ekonomi sejumlah negara, Gus agaknya menyimpan Indonesia dengan khusus dalam hatinya. Matanya berbinar saat mengenang awal mula dia menginjak Jakarta pada 1955. "Yang saya ingat dua hal. Pertama, Indonesia negara yang indah. Kedua, ekonominya kacau," ujarnya sembari tertawa.

Ketika itu ia datang ke Biro Perencanaan Negara sebagai pakar ekonomi dari Harvard Advisory Group. Indonesia, yang baru merdeka sepuluh tahun, dilanda defisit besar dan inflasi tinggi. Universitas Harvard mengirimnya untuk membantu membenahi kondisi ekonomi yang masih porak-poranda. Tatkala "anak-anak Berkeley" menjadi menteri, Harvard dipercaya menjadi konsultan ekonomi untuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Keuangan. Pada 1970-1973, Papanek memimpin tim itu dan tinggal di Jakarta.

Dua kali ia menjadi persona non grata. Pada 1973, dia dilarang ke Indonesia karena dituduh menyulut demonstrasi Malari. Gus bahkan dituding sebagai Kepala Biro CIA di Indonesia. "Saya bilang kasihan benar CIA jika mereka benar mempekerjakan saya," katanya sembari terbahak. Pada 1988, haknya ke Indonesia "dibredel" karena mengkritik distribusi pendapatan tak merata dan meningkatnya angka kemiskinan. "Pesan ini rupanya tak diterima dengan baik," kata Gus.

Baru pada 1998, dia datang kembali. Ia terlibat sejumlah proyek penelitian hingga memimpin tim konsultan ekonomi Bappenas dan kantor Wakil Presiden pada 2011-2013. Bulan lalu, Yayasan Rajawali mengundang Gustav ke Jakarta sebagai bagian dari sebuah program kerja sama riset ekonomi. Tapi kesehatan yang mulai rapuh membuat dia tak bisa lagi sering-sering kembali. "Dokter sudah mewanti-wanti," ayah seorang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…