Kapal Siluman Di Laut Nusantara
Edisi: 17/43 / Tanggal : 2014-06-29 / Halaman : 84 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,
BERULANG kali Daniel Kaghahing mengusap matanya yang berkaca-kaca. Mantan pelaut di Papusungan, Lembeh Selatanââ¬âsebuah pulau tepat di seberang Kota Bitung, Sulawesi Utaraââ¬âitu sedang meratapi garis hidupnya yang nahas. Ditemui pada akhir Mei lalu, pria 39 tahun ini baru sebulan keluar dari penjara.
Nasib buruknya bermula dua tahun lalu. Ketika itu Daniel memegang jabatan mentereng: kapten kapal. Bahteranya tidak sembarangan. Besarnya 319 gross tonnage dan bisa berlayar mencari ikan sampai jauh. Namanya Meriyana. Sekali melaut, Daniel bisa tak pulang sampai enam bulan.
Pada awal 2012, sebuah peristiwa mengubah garis tangan Daniel. Sepulang dari kegiatannya menangkap ikan di Laut Arafura, polisi mencarinya dengan tuduhan terlibat pemalsuan dokumen kapal. Sekembali ke Bitung, Meriyana memang berubah nama menjadi Yungin 05.
Daniel terkejut. Selama delapan tahun jadi nakhoda kapal, baru kali ini dia berurusan dengan penegak hukum. Rasa kagetnya bertambah ketika majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 bulan penjara. Bukan hanya itu, semua dokumen izinnya sebagai pelaut juga disita pengadilan, termasuk sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan (atkapin) tingkat dua. "Sejak itu saya tidak bisa melaut lagi," katanya pilu.
Ironisnya, pelanggaran seperti yang dilakoni Daniel itu dilakukan juga oleh banyak pelaut lain di Bitung. Kapten kapal yang menakhodai bahtera dengan dokumen palsu bertebaran di sana. Di atas kapal siluman itu, mereka tak lebih dari kapten boneka.
l l l
TUDINGAN bahwa sebagian besar kapal penangkap ikan di Indonesia diam-diam ternyata milik warga negara dan perusahaan asing sebenarnya sudah lama terdengar.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), lembaga swadaya masyarakat yang kerap melakukan riset dan advokasi di bidang ini, secara khusus mengangkat isu itu dalam peringatan Hari Nelayan Nasional pada 6 April lalu. Mereka menggelar unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, menuding pemerintah membiarkan banyak kapal siluman mencuri ikan di perairan Nusantara.
Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, mengaku punya sederet bukti untuk mendukung tuduhan itu. "Selama ini ada kesan bahwa pelakunya justru dilindungi pemerintah," kata Halim, dua pekan lalu.
Tak mengherankan kalau Halim geregetan. Kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan tanpa izin, tak dilaporkannya hasil tangkapan ikan, dan penangkapan ikan di area yang belum diatur pengelolaannya (illegal, unreported, and unregulated fishing) mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun. Pada 2001 saja, Organisasi Pangan Dunia (FAO) memperkirakan Indonesia kehilangan Rp 30 triliun per tahun dari sektor ini.
Sebuah lembaga riset lain, Fisheries Resources Laboratory, mengungkapkan angka yang lebih mencengangkan. Akibat pencurian ikan di Laut Arafura selama kurun 2001-2013, negeri ini sudah merugi Rp 520 triliun. Uang sebanyak itu bisa dipakai untuk membangun lebih dari seratus jembatan antarpulau sebesar Suramadu. "Modus illegal fishing yang paling banyak terjadi adalah pemalsuan izin," tulis hasil analisis itu.
Secara tersirat, pemerintah tak menolak kesahihan data lembaga ini. Pasalnya, dokumen penelitian ini justru ditemukan Tempo di situs Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Bagaimana pemalsuan izin kapal siluman ini bisa terjadi? Halim menunjuk lemahnya pengawasan atas…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.