Mengenang Lempad

Edisi: 23/43 / Tanggal : 2014-08-10 / Halaman : 46 / Rubrik : IQR / Penulis : Nurdin Kalim, Rofiqi Hasan,


SEBUAH buku luks mengenai I Gusti Nyoman Lempad (1862-1978) diterbitkan di Bali. Ditulis oleh tiga pengamat seni, Ana Gaspar, Antonio Casanova, dan Jean Couteau, buku berjudul Lempad: A Timeless Balinese Master itu mendokumentasikan kehidupan Lempad dan karya-karya kreatifnya.

Lempad telah menjadi bagian dari seni lukis Bali. Sejarah dan pengembangan seni lukis Bali tidak bisa dipisahkan darinya. Lempad adalah gambaran lengkap seorang seniman. Ia pelukis, pematung, arsitek, pembuat bangunan, penari, dan koreografer. Dia merancang pura serta memahat topeng dari kayu, relief, dan patung batu. Dia juga menjadi motor sebuah grup tari di kampung halamannya.

Lempad hadir sebagai motor penggerak seni lukis modern Bali pada 1930-an dengan menjadi salah satu anggota dewan pembina Pita Maha, bersama Tjokorda Gde Raka, Gde Agung Sukawati, Walter Spies, dan Rudolf Bonnet. Dia tampil menjadi pribadi yang kukuh. Lempad juga tidak terpengaruh oleh gaya lukisan Spies dan Bonnet.

Tempo menelusuri kehidupan Lempad dan menelaah karyanya, termasuk lukisan erotisnya, yang kini bertebaran hingga mancanegara dan menjadi buruan para kolektor. Juga mewawancarai anak-cucu Lempad, yang meneruskan kesenimanan Lempad.

EKITAR 200 meter ke arah timur Puri Ubud di Jalan Raya Ubud, Bali, sebuah plang nama sederhana terpampang: "Rumah Pelukis dan Pematung I Gusti Nyoman Lempad". Seperti umumnya rumah tradisional Bali, kompleks kediaman Lempad yang berada di area seluas sekitar 800 meter persegi itu terdiri atas beberapa bangunan. Di tengah terdapat Bale Dangin, yang kerap digunakan untuk upacara keagamaan. Lalu Gedong Rata, dulu tempat Lempad berkarya. Juga bangunan keluarga, pura, dan sebuah bangunan menghadap jalan raya yang disewakan sebagai rumah toko.

Di kompleks rumah yang dirimbuni aneka ta­naman, seperti kemboja dan bunga-bungaan, itulah sang maestro Lempad melewati hari-harinya hingga wafat pada 25 April 1978 pada usia 116 tahun. Lempad wafat pada sebuah pagi ketika dia meminta sang putri, I Gusti Putu Oka, memandikannya. Setelah mandi, dia bertanya apakah matahari telah terbit. Lempad kemudian melanjutkan tidurnya. Ternyata saat itulah dia mengembuskan napas terakhir. Kematian Lempad dan upacara ngaben atau kremasinya yang megah diabadikan dalam film dokumenter Lempad of Bali karya sutradara Australia, John Darling dan Lorne Blair.

Lempad sepertinya dengan sadar memilih hari kematiannya. Dalam dokumenter Lempad of Bali, putra sang maestro, I Gusti Made Sumung, menuturkan, "Ayah saya mendengar dalam banyak diskusi di berbagai istana bahwa saat terbaik untuk meninggal adalah ketika matahari muncul di timur laut. Maka ia menunggu munculnya momen itu. Banyak orang bertanya kepadanya mengapa ia menunggu begitu lama untuk meninggal. Jawabnya: 'Saya belum melihat jalan yang benar. Saya harus menunggu hingga matahari muncul di timur laut. Barulah saya bisa meninggal'."

Lempad of Bali, yang dirilis pada 1980, ditayangkan di jaringan stasiun televisi ABC, Australia, dan kemudian disiarkan secara internasional. Sejak itulah nama Lempad kian terkenal hingga mancanegara. Rumahnya dibanjiri wisatawan dalam dan luar negeri hingga sekarang. Sebagian dari rumah Lempad kini difungsikan sebagai art shop untuk menjual lukisan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…