Jalan Memutar Di Musim Pemilihan
Edisi: 29/43 / Tanggal : 2014-09-21 / Halaman : 62 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,
JEJAK itu sebenarnya sudah tercium lama. Itu sebabnya para peneliti Indonesia Corruption Watch menelisik laporan dana kampanye Fauzi Bowo dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Namun, ketika itu, setiap penjuru seperti buntu. ICW hanya menemukan Rp 253,5 juta sumbangan yang tidak jelas muasalnya di rekening tim kampanye Fauzi, gubernur inkumben saat itu. "Tim kampanye mereka kemudian buru-buru menyetorkan sumbangan ganjil itu ke kas daerah," kata Abdullah, peneliti ICW yang aktif menyelidiki dana politik para kandidat pemilihan Gubernur Jakarta, kepada Tempo pada Juli lalu. Sesuai dengan undang-undang, setoran ke kas negara memutihkan dana tersebut.
Perlahan catatan ini pun memudar dari ingatan publik. Apalagi Fauzi kemudian dinyatakan kalah dalam pemilihan DKI-1. Wali Kota Solo Joko Widodo terpilih jadi penggantinya. Setelah sempat menghilang dari peredaran, kartu Fauzi hidup lagi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuknya sebagai Duta Besar Indonesia di Jerman pada akhir 2013.
Tiga bulan lalu, dua tahun setelah pemilihan gubernur usai, segepok dokumen yang diperoleh redaksi Tempo membuat kasus ini jadi penting ditengok lagi. Dokumen tersebut memuat laporan detail mengenai asal-muasal dana kampanye Fauzi ketika itu.
Dalam laporan tersebut terungkap bahwa dana Rp 20 miliar yang disetorkan Fauzi ke rekening kampanye Fauzi-Nara di Bank DKI dan Bank Mandiri pada Mei dan Juni 2012 ternyata berasal dari sebuah perusahaan bernama PT Mega Swadharma. Nara adalah panggilan Nachrowi Ramli, Ketua Partai Demokrat Jakarta yang menjadi calon wakil gubernur mendampingi Fauzi.
Dalam audit dana kampanye Fauzi-Nara yang disetorkan ke Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta, dua tahun lalu, nama PT Mega Swadharma sama sekali tidak tercantum sebagai salah satu penyumbang. Total dana Rp 62,6 miliar dihabiskan pasangan ini. Fauzi Bowo mengklaim menyumbang separuh, yakni Rp 30 miliar, dari kocek pribadinya. Dalam sejumlah pemberitaan pada pekan-pekan itu, dia mengaku menjual rumahnya sebagai modal berkampanye.
Sejak awal ICW menilai klaim Fauzi ini meragukan. Soalnya, pada 2010, ketika melaporkan kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Fauzi mengaku hanya punya aset senilai Rp 49,6 miliar dan US$ 300 ribu. "Setelah kampanye, seharusnya harta dia jauh berkurang," ujar Abdullah. Namun faktanya, ketika Fauzi kembali melaporkan kekayaan pada akhir 2012, hartanya malah melonjak jadi Rp 59,3 miliar dan US$ 325 ribu.
Dokumen yang diperoleh Tempo tiga bulan lalu mengungkap, PT Mega Swadharma ternyata hanya berperan sebagai penampung kucuran dana dari tiga perusahaan asing: Kingsford Holding Inc, Indovalue Debt Investments, dan Denholm Properties Ltd. Salah satu perusahaan asing ini beralamat di negara yang dikenal sebagai surga penghindaran pajak alias tax haven: British Virgin Islands (BVI).
Penelusuran atas pemilik dan pengurus PT Mega Swadharma membawa Tempo ke sebuah perusahaan yang amat dekat dengan Gubernur Jakarta. Dalam akta notaris PT Mega tercatat nama Soekrisman…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.