Pemburu Pulau Dari Seberang
Edisi: 36/43 / Tanggal : 2014-11-09 / Halaman : 64 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,
PAPAN pengumuman berbagai ukuran bertulisan "land for sale" bertebaran di sepanjang jalan masuk Pantai Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sebagian berbahan tripleks yang dipaku di batang pohon, sebagian lain berupa baliho setinggi empat meter.
Tulisan di papan reklame itu menunjukkan target pasar yang dituju pemasangnya: orang-orang berkewarganegaraan asing. Menurut Saiful, warga Desa Kuta, transaksi "internasional" telah biasa dilakukan di wilayahnya. "Sebagian besar tanah, terutama yang dekat pantai, sudah milik orang asing," kata Saiful, 35 tahun, warga Desa Kuta, akhir Agustus lalu.
Di Desa Prabu, sebelah barat Desa Kuta, warga negara asing bahkan menguasai tanah di wilayah hutan, yang telah dijadikan taman wisata alam, yakni Taman Wisata Alam Tanjung Tampa. Menurut Kepala Desa Prabu, Lalu Muhammad Sainu, sekitar 300 hektareââ¬âdari total 931 hektareââ¬âlahan hutan di kawasan tersebut kini milik warga asing. "Sertifikat hak milik dibuat atas nama nomine," katanya. Nomine merupakan penduduk lokal yang namanya dipakai dalam berbagai dokumen resmi, termasuk sertifikat tanah.
Ombudsman Nusa Tenggara Barat mencatat, dari 222 tapal batas di hutan itu pada 2002, yang kini tersisa hanya 16. Penyerobotan lahan konservasi, menurut data Ombudsman, terjadi pula di Hutan Lindung Sekaroh, Lombok Timur. "Sekitar 80 sertifikat hak milik terbit di wilayah hutan itu atas nama nomine, untuk pembeli asing," ujar Kepala Ombudsman NTB Adhar Hakim.
Maraknya penguasaan lahan oleh warga negara asing dengan cara mengakali hukum membuat Badan Koordinasi Penanaman Modal setempat kerepotan. "Sekitar 30 persen dari mereka menguasai tanah dengan nomine. Tiap bulan selalu ada laporan proyek mandek karena sengketa lahan," ujar Kepala Bidang Pengembangan dan Kerja Sama BKPM NTB Hadi Irfan Zahidi.
Ombudsman NTB juga ikut sibuk. "Hampir tiap hari ada orang asing datang terkait dengan pembelian tanah," ucap asisten Bidang Pencegahan Ombudsman NTB, Rasyid Ridho. Dia mengatakan sebagian besar menanyakan mekanisme pembelian tanah di sana, tanpa tahu bahwa hal itu dilarang.
Banyak orang asing memang tidak begitu paham mengenai peraturan tentang kepemilikan tanah di negara ini. Mereka mengira penguasaan tanah melalui nomine atau perusahaan penanaman modal asing (PMA) bodong dibenarkan secara hukum. Ini antara lain disampaikan oleh Paul Randall, lajang 20-an tahun asal Amerika Serikat yang bertemu dengan Tempo di Hotel Airlangga, Mataram, awal Oktober lalu.
Paul mengincar tanah di dekat Pantai Pink, Lombok Timur. Perusahaan calo tanah yang dia temui di Mataram menyarankan dia menggunakan nomine atau mendirikan perusahaan PMA abal-abal. "Mereka mengatakan itu tidak menyalahi peraturan," katanya bercerita.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) bukannya tidak tahu soal ini. Hal serupa terjadi di Bali dan banyak daerah wisata lain. BPN merasa persoalan nomine dan perusahaan asing bodong bukan urusan mereka. "Selama ia warga negara, dan secara…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.