Bakarlah Supaya Mengaku

Edisi: 42/43 / Tanggal : 2014-12-21 / Halaman : 116 / Rubrik : HK / Penulis : Maria Rita , Dewi Suci Rahayu, Farah Fuadona


LIMA sekawan itu memesan sebotol bir. Sore itu, 21 November 2012, di Kafe Perdana, yang terletak di jalur lingkar Kota Kudus menuju Jepara, mereka menenggak minuman beralkohol tersebut dalam suasana tegang—tidak santai seperti biasanya. Kelima orang itu, yakni Kuswanto, Susanto, Suprat, Soleh, dan Mukiyi, biasa kongko di tempat tersebut. "To, kamu kabur saja dulu," ujar salah satu di antara mereka membujuk Kuswanto.

Kuswanto menggelengkan kepala. Pria 29 tahun yang biasa dipanggil "Bos Anto" itu sepekan ini memang menerima telepon dan pesan pendek dari teman-temannya. Mereka meminta Kuswanto kabur karena polisi akan menangkapnya. Menurut rekan-rekannya, polisi mencurigai bahwa Kuswanto bagian dari kelompok perampok gudang es krim PT Cahaya Agung Cemerlang. Pada Kamis malam, 15 November 2012, gudang yang terletak di Jalan Lingkar Kudus itu memang disatroni kawanan perampok.

Belum lagi bir dalam botol itu kosong, sejumlah polisi tak berseragam muncul dan menuju ke arah Kuswanto dan kawan-kawannya. "Oh, Pak Joko," kata Kuswanto. Sebagai informan polisi, Kuswanto mengenal dia. Tapi, kali ini, si polisi jauh dari ramah. "Ayo, melu (ikut) aku," ucapnya. Ia langsung mencengkeram bahu Kuswanto dan menyeretnya ke mobil Daihatsu Xenia yang terparkir di depan kafe. Empat temannya dimasukkan ke dua mobil terpisah. "Saya hitung jumlah mereka 13," tutur Kuswanto kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Di dalam mobil, Kuswanto duduk di samping polisi yang juga dikenalnya, Tigor. Adapun Joko duduk di samping sopir, Agus Gareng, yang juga anggota Kepolisian Resor Kudus. Begitu mobil jalan, tiba-tiba Tigor mengayunkan tangannya. Dia memukuli wajah dan tubuh Kuswanto dengan gagang pistol. "Saya disuruh mengaku sebagai perampok di gudang es krim. Saya jawab saya tidak melakukannya," kata Kuswanto. Agus Gareng, yang melihat Kuswanto tak juga mengaku, memerintahkan Tigor menutup mata pria itu dengan lakban dan memborgol tangannya. "Setelah itu, saya dipukuli lagi."

Sejam kemudian, mobil berhenti di sebuah tempat. Tanpa alas kaki, Kuswanto turun. Ia menginjak rumput. "Feeling saya saat itu, tempat tersebut sawah atau lapangan," ujarnya. Di sini, para polisi makin beringas. Mereka bergantian menghajar Kuswanto. Ia juga mendengar Joko kemudian pergi untuk mencari Bandeng, yang dicurigai ikut merampok…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…