Amoroso Katamsi: Dulu Pagi Saya Dinas Tentara, Malam Latihan Teater ....
Edisi: 48/43 / Tanggal : 2015-02-01 / Halaman : 94 / Rubrik : TER / Penulis : Seno Joko Suyono, Subkhan, Nurdin Kalim
Amoroso Katamsi belum berhenti berteater. Meski jalannya tertatih, ia masih mampu berakting dalam pentas monolog bertajuk Meniti 77, Mengalir dalam Kehidupan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Jumat dan Sabtu dua pekan lalu. Di usianya yang akan memasuki 77 tahun pada Oktober nanti, dia lancar membawakan monolog karya Putu Wijaya berjudul Hero. "Saya kangen naik panggung lagi," katanya.
Dunia teater telah digeluti Amoroso sejak 1961, saat dia menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pria kelahiran Jakarta, 21 Oktober 1938, ini mengawalinya dengan masuk kelompok teater pimpinan W.S. Rendra, Studi Grup Drama Jogja. "Tahun 1990-an saya pentas bersama Teater Kecil (sutradara Arifin C. Noer) membawakan lakon Sumur tanpa Dasar," ujarnya. "Itu terakhir saya naik panggung."
Dunia Amoroso bisa dibilang unik. Selain sebagai aktor, di masa aktifnya ia dikenal sebagai dokter dan perwira militer sekaligus. Kehidupan seniman dan militernya bisa dijalaninya tanpa berbenturan. Senin sore itu, kepada Seno Joko Suyono, Subkhan, dan Nurdin Kalim dari Tempo di rumahnya di Perumahan Margahayu Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat, ia mengenang perjalanan teater dan karier kemiliterannya.
Saya mulai main teater pada 1961. Awalnya saya mengikuti lomba deklamasi di Yogyakarta. Jurinya saat itu Mas Willy (panggilan Rendra). Selesai lomba, Mas Willy bertanya ke saya: "Dik, gelem main sandiwara?" Saya jawab mau. Mas Willy bilang, "Besok ke rumah saya, ya?"
Saat itu Mas Willy tengah mempersiapkan pentas Oedipus. Kelompok teater Mas Willy bernama Studi Grup Drama Jogja. Anggotanya antara lain Arifin C. Noer, Dedi Soetomo, dan Suparto Tegal. Kebetulan Mas Willy membutuhkan pemain untuk adegan seorang pemimpin rakyat yang berbentuk kor. Saat pertunjukan itu dibawa ke Jakarta, saya menggantikan Suparto Tegal, yang sebelumnya menjadi Creon.
Seingat saya, pada 1964, Mas Willy ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Seniman yang menandatangani Manikebu kalau mau menggelar pentas pasti dipersulit. Kita enggak bisa pentas. Kami yang dulunya berasal dari Studi Grup Drama Jogja akhirnya berpencar ke mana-mana. Saya dan Arifin C. Noer ke Teater Muslim, yang dipimpin Muhammad Diponegoro.
Saya ingat waktu itu banyak seniman membentuk teater berbasis agama agar memiliki backing. Darmanto Jatman membuat grup Teater Kristen di Semarang. Jasso Winarto bikin grup Starka, kependekan dari Studi Teater Katolik. Chaerul Umam di Pekalongan bergabung dengan grup Teater Cuiri.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Logika Kartun sebagai Jembatan Komunikasi
1994-04-16Mungkin teater kami merasa masalah dalam naskah jack hibberd ini asing bagi penonton indonesia, ditempuhlah…
Peluit dalam Gelap
1994-04-16Penulis ionesco meninggal dua pekan lalu. orang yang anti kesewenang-wenangan kekuasaan, semangat yang menjiwai drama-dramanya.
Sebuah Hamlet yang Sederhana
1994-02-05Untuk ketiga kalinya bengkel teater rendra menyuguhkan hamlet, yang menggelinding dengan para pemain yang pas-pasan,…