Empat Raja Kapal Siluman
Edisi: 52/43 / Tanggal : 2015-03-01 / Halaman : 66 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,
Kapal-kapal itu antara lain berhubungan dengan perusahaan Husni Manggabarani, Tex Suryawijaya, dan Tomy Winata. Tempo menelusuri pelabuhan-pelabuhan di Thailand dan Cina serta mengurai bertumpuk dokumen untuk mengungkap pengusaha di balik kapal-kapal siluman tersebut.
***
SERATUSAN orang memenuhi Pelabuhan Perikanan Ambon, akhir Januari lalu. Sebagian di antara mereka lalu-lalang sambil merokok atau menelepon, atau baru datang menenteng kantong belanjaan. Yang lain duduk berkerumun membentuk koloni-koloni kecil, bersenda gurau, tak jauh dari puluhan bahtera yang tertambat di dermaga.
"Mereka anak buah kapal dari Thailand, Kamboja, dan Myanmar," ujar Tina, pemilik warung kecil di pelabuhan. Dulu, kata dia, para kru asing tersebut kerap berantem, tapi, "Sekarang seng (tidak) ada duit, jadi mereka akur."
Para pelaut itu tengah menganggur. Sejak November tahun lalu, kapal mereka tak mendapat izin berlayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan menghentikan sementara izin menangkap ikan untuk semua kapal buatan luar negeri alias "eks asing"ââ¬âbiasanya yang berukuran lebih dari seratus gross ton. Diduga ada ratusan kapal eks asing di Indonesia yang sebenarnya "tetap asing" alias bukan milik pengusaha lokal. Izin mereka bodong. Moratorium dimaksudkan untuk menertibkan kapal-kapal tersebut.
Meski tampak riang, beberapa pelaut yang sempat bertukar cerita dengan Tempo mengaku berada dalam situasi tidak mengenakkan. Mau terus tinggal susah karena mereka tidak digaji selama menunggu. Kembali ke negara asal pun tak mudah. Selain ongkosnya mahal, banyak dari mereka tak punya paspor.
Kapal eks asing tidak hanya dilarang melaut. Mereka juga wajib kembali ke pelabuhan pangkalan, menunggu verifikasi ulang atas perizinan yang dimiliki. Ketentuan ini berlaku di semua pelabuhan pangkalan, tak cuma di Ambon. Tapi, hingga tiga bulan moratorium diberlakukan, ratusan kapal tak diketahui rimbanya.
Dari 607 kapal ikan yang terdaftar di pangkalan wilayah timurââ¬âmeliputi Wanam, Benjina, Tula, Timika, Merauke, Sorong, Warabal, Avona, Biak, Dobo, dan Ambonââ¬âhanya 411 yang kini di pelabuhan. "Semua perusahaan bilang tak bisa lagi mengendalikan kapalnya," kata Mukhtar Api, Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual, yang membawahkan wilayah timur.
Lebih parah lagi di Batam. Pelabuhan Perikanan Barelang kini lengang. Jumlah kapal yang sedang bersandar saat Tempo ke sana Januari lalu hanya belasan. Itu pun kapal tradisional buatan dalam negeri. Adapun 117 kapal eks asing yang biasa keluar-masuk Batam lenyap.
"Mungkin mereka pulang ke negara asalnya," ujar Sumono, Kepala Stasiun PSDKP Pontianak, yang berwenang mengawasi pangkalan di Batam.
***
BANYAKNYA kapal penangkap ikan berbendera Merah Putih yang ternyata milik pengusaha asing bukanlah hal baru. Tahun lalu, investigasi majalah ini menemukan banyak kapal seperti itu. Mereka disebut kapal siluman. Ada juga yang memberi julukan kapal boneka. Di atas kertas, mereka kapal Indonesia, tapi pemilik sesungguhnya ada di Thailand, Cina, Taiwan, atau Filipina.
Tipu-tipu ini marak semenjak pemberlakuan Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009, yang melarang kapal asing menangkap ikan di perairan Nusantara.
Ciri utama kapal-kapal ini, pelautnya kebanyakan orang asing.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.