Jim Nolan, Pengacara Dan Pakar Hukum International Federation Of Journalists: Hukum Kadang Jadi Ancaman Bagi Demokrasi

Edisi: 11/44 / Tanggal : 2015-05-17 / Halaman : 108 / Rubrik : WAW / Penulis : Isma Savitri, Amanda Siddharta, Abdul Manan


Beberapa kali menyambangi Indonesia, Jim Nolan merasa demokrasi di negeri ini tengah berjalan mundur. Kebebasan berpendapat terbatasi, terutama setelah pemerintah menutup 22 situs yang dinilai memuat materi radikalisme. Hal ini, menurut pengacara dan pakar hukum dari aliansi wartawan International Federation of Journalists (IFJ) se-Asia-Pasifik itu, membuat posisi Indonesia sebagai mercusuar kebebasan pers di ASEAN terganggu.

Biang keladinya, menurut Nolan, adalah penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang-undang tersebut, kata dia, membuat pers dan warga Indonesia "terjebak" lantaran tak leluasa menyuarakan pendapat dan ekspresi. Apalagi tak ada definisi yang jelas mengenai hak orang lain yang dilanggar dan belum ada aturan tentang pencegahan terorisme di dunia maya.

Terhitung sudah 55 orang menjadi korban kesaktian UU ITE sejak aturan ini diteken pada 2008. Nolan secara khusus menyoroti kasus Florence Sihombing, yang berakhir di penjara akibat menulis kekesalannya mengenai warga Yogyakarta di sebuah media sosial (Path). Setelah menulis, Florence dirundung banyak orang, lalu disidang di Pengadilan Negeri Yogyakarta dan diganjar dua bulan kurungan. Dia juga didenda Rp 10 juta karena melanggar pasal UU ITE yang mengatur soal penghinaan dan keresahan umum.

Selasa siang pekan lalu, Nolan menerima Isma Savitri, Amanda Siddharta, Abdul Manan, dan fotografer Tempo Aditia Noviansyah di Jakarta untuk sebuah wawancara. Pria asal Australia itu selama sepekan ngider di Jakarta dan Yogyakarta dalam rangka Hari Kebebasan Pers Dunia. Ia mewakili IFJ menjadi pembicara di pelbagai diskusi mengenai kebebasan pers, UU ITE, UU Rahasia Negara, dan UU Penistaan Agama.

Dalam setiap diskusi, Nolan menekankan pentingnya jaminan kebebasan pers. Menurut dia, hak itu sebenarnya sudah pernah ada di Indonesia sebelum UU ITE diterapkan. "UU ITE adalah ancaman serius yang berpotensi kejam terhadap kebebasan pers dan berpendapat," ujarnya. "Yang dialami Florence itu adalah kasus yang tak terpikir bisa terjadi di sini."

Nolan bukan sekali ini terlibat penegakan hak berpendapat dan kebebasan pers di Indonesia dan negara Asia lainnya. Pada 2004, ia mewakili IFJ bertandang ke Indonesia untuk meneliti kebebasan pers di sini. Pada tahun yang sama, ia mengikuti jalannya sidang pidana kasus pencemaran nama tiga jurnalis majalah Tempo sehubungan dengan pemberitaan pengusaha Tomy Winata. "Itu bukti bagaimana aturan pidana tentang pencemaran nama bertentangan dengan demokrasi," katanya.

Seperti apa kondisi kebebasan pers di Asia Tenggara?

Indonesia adalah mercusuar…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…