Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik: Tak Ada Alasan Menunda Pilkada Serentak
Edisi: 20/44 / Tanggal : 2015-07-19 / Halaman : 92 / Rubrik : WAW / Penulis : Dwi Wiyana, Isma Savitri,
LIMA bulan lagi, tepatnya pada 9 Desember 2015, pemilihan kepala daerah serentak bakal digelar pertama kalinya di Indonesia. Kendati belum sepenuhnya serentak, ini adalah sejarah baru bagi Indonesia.
Komisi Pemilihan Umum pun beberapa bulan belakangan sibuk mengurus segala persiapan pilkada serentak. Sebagai pemilik gawe, KPU harus menyiapkan pemilihan 269 kepala daerah dan wakilnya, meliputi 9 pemilihan gubernur dan wakil, 224 pemilihan bupati dan wakil, serta 36 pemilihan wali kota dan wakil. Adapun pilkada serentak secara nasional, jika berjalan sesuai dengan tahapan, akan berlangsung pada 2027.
Kian mepet waktu penyelenggaraan, persoalan demi persoalan mulai muncul. Misalnya, masih ada daerah yang belum punya cukup anggaran untuk pengamanan pilkada. Walhasil, sempat muncul usul dari Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti agar pilkada serentak ditunda. Namun KPU tak sependapat. Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik menyebutkan nota perjanjian hibah daerah sudah dipenuhi pemerintah dan pemerintah daerah pada 3 Juni lalu.
Jumat sore pekan lalu, di ruang kerjanya di kantor KPU, Jakarta Pusat, Husni menerima wartawan Tempo Dwi Wiyana dan Isma Savitri serta fotografer M. Iqbal Ichsan untuk wawancara. Selama lebih dari satu jam, Husni bertutur tentang sejumlah isu, termasuk kekhawatiran adanya politisasi terhadap KPU. Sebut saja soal opini wajar dengan pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan yang memantik panggilan dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, dualisme kepengurusan partai, juga soal Surat Edaran Nomor 302 mengenai inkumben yang sempat menyudutkan KPU.
Husni mengatakan ia dan KPU sejak awal tidak mendukung politik dinasti, seperti dituduhkan banyak pihak selepas beredarnya Surat Edaran Nomor 302. "Kami kontra pada politik dinasti dari konsep awalnya. Tapi hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah mengubah itu," ujarnya.
KPU pekan lalu dipanggil Komisi II DPR untuk dimintai penjelasan mengenai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Apakah Anda melihat ini sebagai bentuk tekanan tertentu kepada lembaga KPU?
Audit BPK itu normal saja dilakukan tiap tahun. Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) di KPU dilakukan sekali dalam lima tahun. Jadi bukannya ada kasus lalu ada PDTT. Jadi permintaan DPR agar BPK melakukan PDTT sudah terpenuhi karena sudah dilakukan.
Anda tidak melihat pemanggilan ini bernuansa politis?
Kami tidak melihat itu. Di DPR, kami menjelaskan bahwa PDTT sudah dilakukan dan kemudian Dewan meminta BPK menjelaskan hasil PDTT. Hasil PDTT lalu jadi materi tambahan Komisi II dengan KPU. Kami menjelaskan bahwa kami merasa dimuliakan sebagai mitra Komisi II. Kenapa? Di antara mitra yang lain, kami diminta lebih dulu menjelaskan hasil audit BPK.
Mitra Komisi II lain juga diaudit, dengan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP) seperti Kementerian Dalam Negeri, dan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…