Kampung Pulo Setelah Empat Abad.

Edisi: 27/44 / Tanggal : 2015-09-06 / Halaman : 28 / Rubrik : NAS / Penulis : Juli Hantoro, Ninis Chairunnisa, Raymundus Rikang


RUMAH Soleh bin Husein Alaydrus sesak pada Rabu malam dua pekan
lalu. Ruang tamu yang jembar hampir tak cukup menampung warga
Kampung Pulo yang datang bergelombang. Makin malam makin banyak orang datang ke rumah tokoh kampung berusia 61 tahun yang terletak di cekungan Kali Ciliwung, Jakarta Timur, itu.

Orang-orang berkumpul membicarakan rencana pemerintah Jakarta menggusur kampung mereka. Malam itu adalah tenggat peringatan terakhir pengosongan rumah. Informasi penutupan Jalan Jatinegara
Barat keesokan harinya dari pejabat Hubungan Masyarakat Wali Kota Jakarta Timur menyebar lewat pesan seluler berantai.

Menurut Soebandi, yang ikut pertemuan hingga pagi itu, semua yang datang ke rumah Haji Soleh tak tampak tegang. ”Kami semua tenang,” katanya. Warga Kampung Pulo acap menerima peringatan penggusuran
setiap kali pemerintah hendak melebarkan Kali Ciliwung di samping rumah mereka.

Sejak 2011, Kementerian Pekerjaan Umum mengeruk dan melebarkan sungai sepanjang 18,9 kilometer dari Manggarai hingga jembatan T.B. Simatupang di Jakarta Selatan itu. Kampung Pulo berada di tengah
jalur itu. Dan, biasanya, ancaman penggusuran menguap begitu penduduk meminta berunding.

Sandyawan Sumardi, Direktur Komunitas Ciliwung Merdeka, yang mendampingi warga Kampung Pulo dan memimpin rapat itu hingga pukul 3 pagi, pun sudah menyampaikan tahap-tahap perundingan
jika pemerintah jadi menggusur Kampung Pulo. ”Kami sepakat tak akan melawan,” ujarnya pada Senin pekan lalu.

Esoknya, ancaman pemerintah itu berwujud apel 2.155 personel gabungan Satuan Polisi Pamong Praja, polisi Jakarta, dan tentara. Enam pengeruk tanah juga sudah tiba. ”Hari ini hingga tujuh hari ke depan
akan kami pindahkan seluruh penduduk ke rumah susun Jatinegara Barat,” Bambang Musyawardhana, Wali Kota Jakarta Timur, berkata mantap dalam apel itu.

Sekitar pukul 07.30, aparatur gabungan itu bergerak ke bantaran Ciliwung. Kedatangan mereka dihadang para pemuda yang berjaga di pintu Gang V. Beberapa orang memakai helm berteriak menolak
penggusuran. ”Mana demokrasi di Indonesia?” seseorang berteriak. Situasi mulai tegang.

Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Umar Faruq maju ke kerumunan dan berbicara dengan mereka. Menurut Sandyawan Sumardi, negosiasi saat itu sebenarnya mulus. Petugas, kata dia,
berjanji hanya akan membongkar rumah yang sudah kosong dan pemiliknya mendapat kunci rumah susun sewa Jatinegara Barat.

Ada tiga rukun warga yang menghimpun 30 rukun tetangga yang akan kena gusur. Sebanyak 926 rumah di bantaran Ciliwung sepanjang 1,95 kilometer bakal digusur. Sesuai kesepakatan dengan Gubernur Basuki
Tjahaja Purnama pada 4 Agustus lalu, warga RW 01 dan RW 03 sudah bersedia pindah ke rumah susun dan sekitar 200 keluarga sudah mengambil kunci kamar.

Di tengah negosiasi itu, muncul Camat Jatinegara Sofi an Taher. Ia mengatakan tak ada lagi negosiasi. Ia meminta…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?