Ziarah Terakhir Seorang Pembangkang
Edisi: 43/44 / Tanggal : 2015-12-27 / Halaman : 70 / Rubrik : LAPSUS / Penulis : Seno Joko Suyono, Kurniawan, Dian Yuliastuti
Jenazah Benedict Richard O'Gorman Anderson terlihat memakai batik tatkala disemayamkan di rumah duka Adi Jasa, Surabaya, pada Selasa, 15 Desember lalu. Kemeja batik Madura berwarna cokelat kayu. "Itu baju batik saya," kata Sugito. Sopir yang sejak 2009 selalu menemani Ben Anderson bila keliling Jawa Timur itu mengusap air mata. Ia merapikan ujung kain penutup peti mati Ben.
Ben tiba di Surabaya bersama sahabatnya, Edward Hasudingan Manik, yang akrab dipanggil Edu, Jumat siang, 10 Desember. Ben mengenakan kaus hitam bertulisan "Ngeeee kuning mengkilap". Edu mengenal Ben pertama kali pada 2004, saat ia kuliah di Ithaca College, Amerika Serikat. Mereka menginap di Hotel Santika Pandegiling.
Sugito menceritakan, pada Sabtu pagi, 11 Desember, ia menjemput Ben dan Edu. Tujuan perjalanan adalah Candi Penataran, Blitar. Ben juga ingin mampir ke Petirtaan Jolotundo di Trawas, Kabupaten Mojokerto, dan Candi Belahan atau Sumber Tetek di kawasan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Memasuki Kabupaten Sidoarjo, sekitar 20 kilometer dari Surabaya, Sugito menawarkan apakah Ben sudah pernah ke Museum Mpu Tantular. Karena belum, Ben setuju untuk berhenti. Ia berkeliling museum selama 15 menit. "Pak Ben berkomentar museumnya bagus," kata Sugito.
Dari sana, mereka melanjutkan perjalanan ke Petirtaan Jolotundo. Ben hanya berkeliling santai, sekitar 15 menit. Mereka lalu meneruskan rute ke Candi Belahan atau Sumber Tetek di kawasan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Ben, kata Edu, sangat menyukai patung Dewi Sri dan patung Dewi Laksmi yang ada di Sumber Tetek. Mereka selanjutnya menuju Kota Batu. Tiba pukul 19.30 di Hotel Royal Orchid, mereka check-in di kamar nomor 143, lalu makan malam di restoran hotel. Ben tampak lelah. Pukul 20.30, mereka masuk kamar untuk istirahat. Di dalam kamar dengan dua ranjang itu, Ben tidur sendirian. Di sebelahnya, Edu berdua dengan Sugito. Sebelum memejamkan mata, Ben berucap, "Besok kita ke Kelud, ya?"
Ternyata permintaan "besok ke Kelud ya" itu adalah kata-kata terakhir Ben. Sekitar pukul 23.00, Edu terbangun lantaran Ben mendengkur dengan keras. "Saya kaget, ngoroknya keras, seperti tersentak," ujar Edu. Setelah satu-dua menit, suara dengkuran itu menghilang. Tak lama kemudian, Ben mendengkur lagi, tak kalah keras. Edu dan Sugito mengguncang dengan lembut tubuh tinggi besar itu. Ben tetap terlelap. Dengkuran itu berulang hingga sekitar sepuluh kali.
Dengkuran terakhir Ben terdengar seperti satu napas terputus-putus. Sejurus kemudian, tarikan napasnya berangsur tenang. Sekitar pukul 23.30, Sugito mendapati Ben tak bernapas. Edu menyentuh punggung Ben, tak ada lagi pergerakan. Setengah panik, keduanya meminta resepsionis menghubungi rumah sakit terdekat. Resepsionis mengaku telah berupaya menelepon nomor gawat darurat lima rumah sakit di Kota Batu. "Hanya satu rumah sakit yang menjawab, dari RS Baptis, Batu," ujar Edu. Baru satu jam kemudian ambulans datang. Petugas medis memastikan Ben meninggal. Mereka membawanya ke RS Baptis. Jenazah Ben lantas disucikan dan dipakaikan baju peristirahatan terakhir. Baju batik Madura berwarna cokelat kayu kepunyaan Sugito.
***
Ben adalah peneliti yang memiliki tempat dan pesona tersendiri dalam membaca sejarah modern Indonesia. Ia pernah dicekal selama 27 tahun. Ia dianggap membahayakan karena pembacaannya atas peristiwa pembunuhan jenderal pada 1965 berbeda versi dengan pemerintah Orde Baru. Dan masa-masa itu masa yang menyiksanya. Ben…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…