Ajun Inspektur Satu Budiono : Dia Bisa Saja Menghabisi Saya
Edisi: 49/44 / Tanggal : 2016-02-07 / Halaman : 38 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Muhamad Rizki, Erdy Kusuma,
AJUN Inspektur Satu Budiono seperti menemukan hidup baru. Ia lolos dari lubang kematian tatkala seorang pelaku teror menembakinya pada Kamis tiga pekan lalu di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Didor dari jarak sangat dekat, peluru menyerempet paru-paru dan melukai ususnya. Budiono hampir meninggal saat garis elektrokardiografi yang semula zigzag tiba-tiba menjadi lurus karena aktivitas jantungnya melemah. Lebih dari tiga hari ia tidak sadarkan diri.
Tragedi teror yang dikenal dengan bom Sarinah itu mengubah hidup Budiono. Setelah melewati fase kritis, ia tak henti-hentinya mengucap syukur. Walau menjadi korban, ada hikmah dan berkah yang didapatnya. Ia memperoleh penghargaan pin emas dan kenaikan pangkat luar biasa dari Kepolisian Republik Indonesia. Juga, "Sekarang saya tidak merokok lagi," kata pria 43 tahun tersebut. "Sebelumnya saya perokok berat."
Detik-detik penembakan Budiono terekam jepretan kamera fotografer Tempo. Adegan itu lantas menjadi sampul majalah ini edisi dua pekan lalu. Penembak Budiono, yang belakangan diketahui bernama Muhammad Ali, tewas di lokasi kejadian.
Rabu pekan lalu, Budiono menerima wartawan Tempo Muhamad Rizki bersama videografer Erdy Kusuma dan fotografer Aditia Noviansyah di rumah dinasnya di Kompleks Polisi Munjul, Cipayung, Jakarta Timur. Roman muka ayah dua anak itu sumringah. Ia banyak menebar senyum sepanjang wawancara lebih dari satu jam itu. Sesekali istrinya, Rina Perdina, ikut menjawab, termasuk membantu mengelap keringat yang mengucur di wajahnya.
Didampingi tim dokter kepolisian, Budiono menceritakan kronologi kejadian saat ia ditembak, dibawa ke rumah sakit, tak sadarkan diri, hingga siuman di rumah sakit. Selain itu, ia berbagi cerita tentang alasannya menjadi polisi, pengalaman, termasuk nasihat ayahnya yang juga polisi.
* * *
Bagaimana keadaan Anda sekarang?
Alhamdulillah. Kalau bernapas, atau batuk, sekarang tidak sakit lagi. Kalau ada dahak, saya keluarkan saja. Awal-awal batuknya ada darah, tapi kata dokter, "Enggak apa-apa. Merah itu bukan darah, melainkan sisa operasi yang dikeluarkan lewat dahak." Menurut dokter, itu bagus.
Berapa lama Anda mengalami keadaan itu?
Dua sampai tiga hari.
Seperti apa luka Anda?
Ini dipotong untuk operasi usus, ada 18 jahitan. (Budiono menyibak kemejanya dan menunjukkan bagian perutnya yang diperban memanjang.) Tembakan ada dua: di perut dan di dada. Usus dipotong empat sentimeter, lalu dijahit lagi. Ini hasil operasi paru-paru. (Ia kembali menunjukkan luka yang ada di dadanya.) Paru-paru saya dijahit sedikit karena keserempet peluru. Seharusnya jahitannya langsung jadi daging. Kemarin ada cairan yang menetes dari dalam, jadi dijahit lagi. Makanya ini masih ditutup. Yang merembes itu obat, bukan darah. Kata dokter, tidak apa-apa, justru itu artinya obat sedang bekerja.
Kenapa ada tiga bekas peluru? Bukannya dua?
Saya merasa ditembak dua kali, tapi ternyata tiga. Di punggung tempat keluarnya peluru ada tiga lubang. Saya juga bingung. Beruntung tidak ada yang bersarang. Saat ditembak, saya masih bilang syukur karena pelurunya tembus. Kalau bersarang, mungkin ada efek…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…