Dianggap Menyindir Rasisme Amerika

Edisi: 05/45 / Tanggal : 2016-04-03 / Halaman : 56 / Rubrik : LAY / Penulis : Anton Septian, ,

DALAM dunia Zootopia, membunuh binatang lain adalah perbuatan barbar. Para binatang, baik mangsa maupun pemangsa, telah berevolusi selama ribuan tahun sehingga tak punya nafsu lagi untuk saling melukai. Mereka hidup dalam harmoni dan punya kesempatan yang sama mengejar impian. "Di Zootopia, tiap orang bisa jadi apa saja," kata Judy Hopps, si kelinci di Zootopia.

Namun prasangka rupanya tak benar-benar hilang, terutama di kubu mayoritas. Mereka takut suatu saat para predator "membatalkan" kontrak sosial yang dibuat nenek moyang. Kecurigaan mengendap-endap di alam bawah sadar, termasuk dalam diri Judy, yang dididik orang tuanya agar tak mempercayai rubah, musuh laten kelinci. Judy pernah gamang, tapi dialah yang kemudian menyadari bahwa prasangka rasial bisa menghancurkan Zootopia—kota yang menjadi pusat peradaban para hewan di film ini.

Ketakutan golongan itulah yang menjadi kumparan konflik Zootopia. "Bagaimana jika sesuatu dalam kepala mereka tiba-tiba meletus lagi? Kita lihat dalam dunia nyata bagaimana sekelompok orang takut pada kelompok lain," ujar sutradara Zootopia, Rich Moore, kepada Tempo.

Tak pelak kehadiran Zootopia dianggap menyindir situasi Amerika Serikat, yang akhir-akhir ini dilanda prasangka rasial. Dari kebrutalan polisi terhadap warga Afro-Amerika yang kemudian memicu gerakan Black Lives Matter hingga provokasi bakal calon Presiden Amerika, Donald Trump, terhadap kaum muslim dan etnis lain. Zootopia bukan lagi sekadar film tentang ikhtiar mengejar impian, persahabatan, atau cerita detektif, melainkan film yang sarat dengan racial profiling dan stereotipe.

Walau Zootopia relevan dengan…

Keywords: -

---

Foto Terkait