Legenda 14 Di Menit 14
Edisi: 06/45 / Tanggal : 2016-04-10 / Halaman : 68 / Rubrik : OR / Penulis : Yos Rizal Suriaji, Eka Tanjung ,
PADA menit ke-14, waktu di Stadion Amsterdam Arena, Belanda, Sabtu dua pekan lalu, mendadak berhenti. Wasit meniup peluit panjang. Pemain Prancis yang baru saja merayakan gol kedua melawan tuan rumah Belanda dalam laga persahabatan itu menahan kegembiraan mereka. Pemain Belanda, yang tengah terpukul, sejenak melupakan gol itu. Mereka berdiri dengan khidmat.
Momen yang tak biasa itu kemudian menggerakkan sekitar 50 ribu penonton berdiri. Mereka beramai-ramai membentangkan kain raksasa bergambar seorang pria yang tengah merentangkan tangan dengan mengenakan kostum oranye bernomor punggung 14. Sedetik kemudian terdengar tepukan tangan yang riuh. Salam perpisahan selama satu menit itu tertuju kepada lelaki di kanvas penonton tersebut: pemain, pelatih, dan legenda sepak bola yang dua hari sebelumnya meninggal, Hendrik Johannes Cruijff atau Johan Cruyff.
Ritual penghormatan yang sama disuguhkan dalam pertandingan antara Inggris dan Belanda di Stadion Wembley, London, pada Rabu dinihari pekan laluââ¬âjuga pada menit ke-14.
Kontributor Tempo di Belanda, yang mengunjungi rumah masa kecil Cruyff di Akkerstraat 32, di wilayah Betondorp, Amsterdam, Senin pekan lalu, menyaksikan bagaimana pelataran rumah yang dulu merupakan toko sayuran milik ayah Cruyff berubah menjadi hamparan bunga. Berbagai jenis kembang, dari mawar hingga tulip, menyesaki pekarangan seluas 3 x 4 meter itu.
Tetangga dan ratusan pengunjung yang datang dari kota lain di Belanda meletakkan bunga dan benda-benda yang mengingatkan pada sang idola. Ada bola, syal, hingga lukisan yang dibuat oleh anak-anak. Di salah satu pojok ada payung yang diletakkan terbuka. Terbaca tulisan di payung itu: "Pakailah ini kalau di sana hujan".
Albert Steendam, 64 tahun, yang berdarah Indonesia dan tinggal di Hoofddorp, yang berjarak sekitar 25 kilometer dari Betondorp, terpanggil datang karena kagum pada Cruyff, yang ia sebut memiliki kepedulian pada kaum lemah. "Di Belanda ada banyak lapangan sintetis di kampung-kampung kumuh yang dibuat atas inisiatif Cruyff. Tujuannya agar anak-anak kurang mampu bisa berolahraga dan bermain bersama," katanya.
Di Camp Nou, Barcelona, Spanyol, keluarga Cruyff bahkan berkumpul bersama ribuan orang yang membawa bunga untuk mengenang sang legenda pada hari Memorial Cruyff. "Terima kasih atas semua cinta, kenangan, dan doa Anda," kata Jordi Cruyff, 42 tahun, anak bungsu Cruyff, yang juga mantan pemain Manchester United, "Kami merasa terharu."
Ya, dua pekan ini, dunia sepak bola berkabung. Lima hari setelah mengucapkan terima kasih kepada Cruyff lewat Twitter pada Hari Ayah, 19 Maret lalu, Jordi mengabarkan kepergian sang ayah. Cruyff meninggal pada usia 68 tahun setelah berjuang melawan kanker paru-paru yang baru ia ketahui akhir tahun lalu. "Sepak bola telah memberikan segalanya buat saya, tapi tembakau merenggut semuanya," kata Cruyff dalam sebuah iklan layanan anti-tembakau di Spanyol.
Pria…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Hidup Ayrton Senna dari Sirkuit ke Sirkuit
1994-05-14Tanda-tanda maut akan mencabut nyawanya kelihatan sejak di lap pertama. kematian senna di san marino,…
Mengkaji Kans Tim Tamu
1994-05-14Denmark solid tapi mengaku kehilangan satu bagian yang kuat. malaysia membawa pemain baru. kans korea…
Kurniawan di Simpang Jalan
1994-05-14Ia bermaksud kuliah dan hidup dari bola. "saya ingin bermain di klub eropa," kata pemain…