Sely Martini: Mengajak Perempuan Perangi Korupsi

Edisi: 08/45 / Tanggal : 2016-04-24 / Halaman : 96 / Rubrik : LAPSUS / Penulis : TIM LAPSUS, ,


TANPA karpet merah yang disorot puluhan kamera dan panggung gemerlap, Sely Martini mendapatkan Oscar Kejujuran dari ONE.org dan Accountability Lab. Penghargaan ini diumumkan oleh dua lembaga yang peduli terhadap bidang transparansi itu melalui akun Twitter @ONEcampaign pada 2 Maret 2014, bersamaan dengan malam anugerah Oscar untuk insan film di Amerika Serikat.

Perempuan asal Bandung berumur 38 tahun ini meraih gelar untuk kategori Best Activist in Leading Role. Dia mengungguli aktivis antikorupsi dari berbagai negara, seperti John Gitongo (Kenya), Aruna Roy (India), Gregory Ngbwa Mintsa (Gabon), dan Xu Zhiyong (Cina). "Masuk nominasi saja saya sudah senang karena artinya aktivitas saya diketahui orang lain," kata Sely di kantor Indonesia Corruption Watch di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa dua pekan lalu.

Sely adalah koordinator program pada lembaga swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch. Dia meraih 54 persen suara dari 6.700 pemilih dari semua benua. Juri menganggap dia konsisten dalam berjuang melawan korupsi. Namun, berbeda dengan beberapa koleganya di ICW, nama Sely jarang muncul dalam pemberitaan tentang rasuah. "Pada dasarnya saya tidak suka disorot kamera. Saya lebih suka bekerja di belakang layar," ujarnya.

Masuk Jurusan Planologi Institut Teknologi Bandung pada 1997, Sely mulai mengenal dunia pergerakan di tahun kedua kuliah. Dia ikut berdemonstrasi bersama para seniornya di kampus mengkritik rezim Soeharto. "Sejak itu, saya menyadari begitu banyak ketidakadilan akibat korupsi di negara yang kaya ini."

Rasa muaknya terhadap korupsi memuncak pada 2002-2003, ketika membantu Center for Urban and Regional Development Studies ITB membuat riset tentang tata ruang dan pengembangan wilayah berbasis Internet. Ketika itu Sely baru lulus.

Sebagai asisten peneliti dalam proyek tersebut, dia mengurus administrasi tim, termasuk mencairkan dana penelitian dari sejumlah lembaga pemerintah. Tapi, setiap kali Sely mengambil uang, para pegawai di lembaga-lembaga tersebut meminta persenan. Muak, dia memutuskan berhenti dan bergabung dengan ICW. "Kebetulan ada teman yang nawari," katanya.

Pada 2004, Sely resmi menjadi anggota staf ICW sebagai pelaksana program. Tugas pertamanya mengevaluasi kebijakan pemberian konsesi dan alih fungsi lahan hutan. Sebagai lulusan jurusan planologi, Sely mampu menghitung dan menganalisis cost-benefit. Ketika itu dia menemukan ada banyak "lubang" dalam kebijakan alih fungsi lahan dan konsesi hutan yang malah menyuburkan praktek korupsi. Hasil penelitian tersebut kemudian dia teruskan kepada Kementerian Kehutanan dalam bentuk rekomendasi.

Selama riset, Sely masuk-keluar hutan di Kalimantan. Tak jarang dia harus menginap hingga lebih dari sepekan. Tak cuma mengumpulkan data dan investigasi, Sely juga belajar mengadvokasi masyarakat. Di Pontianak dan Kapuas Hulu,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05

Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…

M
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05

Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…

C
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05

Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…