Rekoleksi Di Sudut-sudut Balkan

Edisi: 10/45 / Tanggal : 2016-05-08 / Halaman : 46 / Rubrik : SEL / Penulis : Hermien Y. Kleden, ,


Tengah Maret lalu, Geneva Spiritual Appeal-organisasi berbasis di Swiss yang menyokong demokrasi, pluralisme, dan toleransi-menghimpun sejumlah intelektual, pemimpin agama, penulis, dan jurnalis dari sepuluh negara Eropa, Asia Tenggara, dan Timur Tengah untuk berkonferensi di Sofia, ibu kota Bulgaria.

Pilihan pada Balkan sebagai lokasi konferensi bertema "What Values Unite Us Today" itu bukan tanpa alasan. Pernah berdarah-darah oleh perang dan konflik, Balkan kembali menyedot mata dunia menyusul banjir pengungsi dari Eropa Timur dan Asia.

Wartawan Tempo Hermien Y. Kleden, selain mengikuti konferensi, menyusuri beberapa kota di Bulgaria serta perbatasan Yunani dan Turki untuk melihat komunitas-komunitas muslim dan minoritas lain. Pada zaman komunisme masih berkuasa, mereka mendapat tekanan hebat. Bagaimana kondisi mereka kini di tengah dominasi Gereja Ortodoks?

Chepintsi, Rudozem, Maret 2016.

Dari balik deretan rak yang sarat memuat kitab-kitab tua di lantai atas Masjid Chepintsi, Mehmed Ahmedov bergegas keluar, lalu menyalami tamu-tamu. "Assalamualaikum, selamat datang," ujarnya. Air mukanya jernih dengan sepasang mata cerdas dan ramah. Lelaki 44 tahun ini lebih muda daripada tua-tua desa yang memadati ruang tamu sempit di dalam perpustakaan itu. Toh, mereka "menuakan" Mehmed dengan patut sepanjang pertemuan malam itu, Maret lalu.

Masuk Munisipal Rudozem di wilayah Pegunungan Rhodope, Chepintsi adalah "desa muslim" di perbatasan Bulgaria-Yunani.

Ke desa kelahirannya ini, Mehmed kembali dan membuka sebuah apotek kecil setelah 12 tahun merantau ke Kuwait. Bekerja di luar negeri memberi Mehmed pengalaman luas dan kemahiran berbahasa asing. Dia ibarat "juru bicara" bagi tamu, terutama yang datang dari luar negeri. Bahasa Inggris Mehmed amat fasih di tengah penduduk berbahasa Slavia-Bulgaria yang cuma melek huruf Cyrillic.

"Di sini tersimpan literatur Islam terlengkap kedua setelah Perpustakaan Nasional di Sofia," ujar Mehmed kepada Tempo. Jari-jarinya menyentuh buku-buku itu dengan lembut, seolah-olah tengah bernostalgia. Hidup Mehmed dan sebagian penduduk desa seolah-olah ditulis di perpustakaan ini, terutama setelah jatuhnya rezim komunis Bulgaria-di bawah Todor Hristov Zhivkov-pada 1989.

Berawal dari inisiatif seorang profesor ahli manuskrip sejarah Ottoman dari Universitas Sofia, warga Chepintsi mengumpulkan kembali buku yang disimpan secara rahasia di masa kekuasaan Partai Komunis. "Kami mengetuk pintu rumah demi rumah, membujuk pemiliknya menyerahkan buku-buku ke perpustakaan," kata Mehmed. Ini kerja yang penuh kesulitan. Kecurigaan penduduk masih amat besar setelah empat dekade lebih hidup di bawah tekanan komunisme Bulgaria-kompanyon Soviet di Blok Timur ketika itu. Pemilik buku masih cemas membuka koleksi mereka dengan terang-terangan. Tapi, di lain hari, rezeki bisa nomplok bagi Mehmed dan kawan-kawan manakala ada keluarga yang menyerahkan seluruh koleksi untuk perpustakaan. "Ada warga desa menyimpan Quran dan buku-buku lain di balik dinding batu atau ditaruh di peti, lalu dipendam di tanah."

Ruangan senyap sepanjang Mehmed bertutur kepada Tempo. Agar bisa melibatkan tamu-tamu desa, dia berbicara selang-seling dalam bahasa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…